TEMPO.CO, Jakarta - Marmoset, spesies monyet endemik di hutan hujan Amazon di Amerika Selatan, menggunakan panggilan unik untuk setiap sesamanya yang ada dalam kelompok keluarga mereka. Seruan unik itu mirip panggilan nama di antara sesama manusia.
Temuan itu menjadikan marmoset primata non-manusia yang pertama diketahui memiliki panggilan unik kepada sesamanya. Temuan menunjukkan bahwa komunikasi di antara marmoset lebih kompleks daripada yang diketahui sebelumnya. Dan, itu dipandang bisa membantu mempelajari lebih banyak tentang bagaimana bahasa manusia berevolusi.
“Hingga belakangan ini, orang-orang berpikir kalau bahasa manusia adalah sebuah fenomena tunggal yang muncul begitu saja," kata David Omer, peneliti mekanisme proses kognitif dari sistem saraf di Hebrew University of Jerusalem. Dia menambahkan, “Sekarang kita mulai melihat bukti kalau bukan begitu yang terjadi."
Marmoset (Callithrix jacchus) hidup dalam kelompok-kelompok keluarga monogami yang saling terikat cukup kuat. Satwa primata mungil ini menghabiskan hidup mereka di bawah kanopi hutan hujan yang rapat. Mereka menggunakan nada suara yang terdengar tinggi dan riang yang menembus rerimbunan pepohonan di habitatnya untuk mengantar informasi kepada satu sama lain, seperti lokasi keberadaan.
Omer dan timnya menganalisis bagaimana panggilan-panggilan melengking ini juga membantu monyet-monyet tersebut memetakan lingkaran sosial mereka di dalam otak. Dalam laboratorium, mereka mencatat pertukaran suara tinggi atau 'phee call' itu di antara pasangan marmoset yang dipisahkan oleh sebuah layar.
Di laboratorium itu mereka memasangkan 10 marmoset dari tiga keluarga berbeda dalam kombinasi acak. Lalu, menggunakan kecerdasan buatan (AI), mengurai lebih dari 50 ribu seruan yang ada ke dalam beberapa kategori menurut perbedaan akustik yang halus. Belakangan, diobservasi pula bagaimana tiga dari kawanan marmoset itu bereaksi terhadap rekaman 'phee call' dari laboratorium baik yang diarahkan kepada mereka maupun kepada individu yang lain.
Omer dkk menemukan kalau marmoset-marmoset itu membuat 16 jenis penyesuaian akustik yang halus ke 'phee call' mereka berdasarkan komunikasi kepada individu yang mana, yang mengkodekan informasi spesifik tentang siapa yang dituju.
Para peneliti juga menyebar modulasi-modulasi spesifik lewat setiap seruan itu--dalam bahasa manusia, ini akan seperti me-mention nama teman lewat sebuah kalimat. Para marmoset, di akhir penerimaan seruan-seruan itu, merespons jauh lebih cepat dan percaya diri kepada yang diarahkan ke mereka daripada ke yang lain. "Itu artinya mereka memahami kalau mereka dipanggil," kata Omer.
Analisis awal ini membawa dugaan kalau setiap anggota keluarga marmoset menggunakan label-label identifikasi yang serupa untuk sesama jenisnya seakan itu adalah identitas untuk mereka, seperti nama, dan tidak sekadar mengidentifikasi informasi yang umum.
"Jika bangsa marmoset benar-benar menggunakan nama unik di setiap individunya, mereka pasti telah belajar bagaimana membuat karakteristik akustik spesifik yang dibutuhkan oleh sebuah nama," kata Daniel Yasumasa Takahashi dari Federal University of Rio Grande do Norte, Brasil. Termasuk, kata peneliti ethogenesis ini, marmoset memiliki sistem vokal yang lebih lentur daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Tapi, untuk benar-benar menunjukkan bahwa marmoset mempelajari nama atau identifikasi unik dari satu sama lain, para peneliti akan tetap perlu menemukan bahwa para marmoset tidak tahu semua ini sebelum bergabung ke dalam sebuah kelompok sosial, dan bahwa mereka mempelajarinya dengan mendengarkan dialog di antara monyet lain lalu menirukannya.
Temuan-temuan ini juga memunculkan pertanyaan apakah marmoset dapat melabeli obyek lain secara vokal pula--dan karena penamaan orang-orang, tempat, dan obyek-obyek adalah sifat dasar dari bahasa.
Studi yang terus berkembang menduga kalau beragam satwa lain mungkin memanggil satu sama lain dengan namanya, termasuk sebagian kecil spesies burung paruh bengkok, gajah Afrika, dan mungkin kelelawar buah. "Dugaan panggil nama telah muncul secara independen dalam pohon kehidupan, dan kemungkinan ada tekanan seleksi sosial yang sama dalam ekologi atau kumpulan dari hewan-hewan yang menyebabkan nama berevolusi," kata Michael Pardo dari Colorado State University, AS.
Penelitian Pardo sebelumnya menemukan bahwa lumba-lumba hidung botol umumnya memiliki panggilan yang mirip nama. "Banyak hewan jauh lebih kompleks secara kognitif dan mempunyai kehidupan sosial lebih kaya daripada yang telah dikenali selama ini," kata peneliti bidang biologi konservasi, habitat, dan perikanan ini.
Hasil penelitian Omer dkk telah dipublikasi dalam jurnal Science yang terbit 29 Agustus 2024. Laporannya berjudul 'Vocal labeling of others by nonhuman primates'.
NEW SCIENTIST
Pilihan Editor: Catatan Hujan Lebat Sepekan Terakhir di Indonesia dan Prediksi Sepekan ke Depan dari BMKG