TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta menggelar workshop pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (B3) dan/atau limbah B3 pada hari ini, Senin 30 September 2024. Bertempat di Balai Kota Jakarta, acara dimaksudkan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri LHK Nomor 74 Tahun 2019, yang mewajibkan setiap provinsi memiliki dokumen kedaruratan dalam pengelolaan limbah B3.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menekankan pentingnya kegiatan ini dalam mempersiapkan berbagai pihak untuk menghadapi potensi keadaan darurat limbah berbahaya di Jakarta. Dia menunjuk Organisasi Perangkat Daerah serta pihak-pihak terkait lainnya mengenai pengelolaan limbah B3.
"Kita tidak hanya ingin menyiapkan dokumen, tetapi juga mempersiapkan tindakan nyata dalam menghadapi segala kemungkinan risiko yang muncul akibat limbah B3," kata Asep, dalam keterangan tertulis yang dibagikan.
Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Sarjoko, yang membuka acara juga menyampaikan pentingnya sinergi lintas sektor dalam kegiatan ini. "Workshop ini sekaligus menjadi langkah awal menuju simulasi geladi kedaruratan pengelolaan limbah B3 yang akan dilakukan pada waktu mendatang," ujarnya.
Selama workshop, peserta yang berasal dari berbagai OPD, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kesehatan, dan Dinas Pemadam Kebakaran, mendapatkan penjelasan mengenai dokumen kedaruratan pengelolaan B3 yang telah disusun sejak 2023. Dokumen tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun skenario simulasi geladi kedaruratan.
Narasumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Universitas Indonesia, serta PT Pertamina juga berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam penanganan limbah B3 di lapangan. Mereka menyampaikan bagaimana pentingnya skenario yang realistis untuk memastikan kesiapan seluruh pihak dalam menghadapi keadaan darurat.
Sarjoko berharap kegiatan ini dapat menghasilkan panduan yang kuat untuk menangani keadaan darurat limbah B3 serta memperkuat sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. "Kita harus memastikan bahwa semua pihak bisa menanganinya dengan baik, terutama dalam situasi darurat, agar risiko dan dampak negatif yang ditimbulkan dapat diminimalisir seefektif mungkin," katanya.
Dalam sesi penjelasan teknis, Profesor Fatma Lestari, Ketua Unit Kerja Khusus Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat Disaster Risk Reduction Center Universitas Indonesia, menegaskan penanganan yang cepat dan tepat saat keadaan darurat sangat krusial dalam meminimalisasi dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Menurutnya, simulasi kedaruratan merupakan sarana yang efektif untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman limbah B3.
“Simulasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga meniru kondisi nyata di lapangan. Dengan demikian, kita dapat melatih petugas untuk mengambil keputusan yang tepat di bawah tekanan dan dalam situasi yang kompleks."
Pilihan Editor: Gonjang-ganjing di Perusahaan ChatGPT, Giliran CTO Mira Murati Mundur