TEMPO.CO, Yogyakarta - Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama ini dikenal sebagai salah satu daerah urutan paling atas yang memiliki angka harapan hidup tertinggi di Indonesia. Bahkan pada tahun 2023 lalu, angka harapan hidup di DIY masih di posisi pertama dengan rincian usia laki-laki rata-rata 73,40 tahun dan perempuan 78,04 tahun.
Namun di balik kondisi tingginya angka harapan hidup itu, belakangan juga diketahui angka bunuh diri di provinsi itu juga tinggi karena berbagai sebab. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan DIY, setidaknya sudah ada lebih dari 50 kasus bunuh diri di wilayah itu periode Januari hingga awal Oktober 2024 ini
"Jumlah itu (kasus bunuh diri), data terakhir sampai 10 Oktober ini cukup banyak, ada 52 kasus dilaporkan," kata Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie Kamis 10 Oktober 2024.
Selama tiga hari terakhir, yakni 7, 8, dan 9 Oktober, setidaknya ada tiga kasus bunuh diri di DIY, dua kasus terjadi di Kabupaten Sleman dan satu kasus di Kabupaten Kulon Progo. Aksi bunuh diri tak selalu dilakukan korban di rumah. Ada yang dilakukan di sebuah angkringan, dan ada pula di ruko.
Dinas Kesehatan DIY menyebut angka kasus bunuh diri tertinggi terjadi di Kabupaten Gunungkidul. "Data sementara, kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Gunungkidul, lebih banyak dipicu faktor ekonomi, juga masalah penyakit yang tak kunjung sembuh," kata dia.
Kejadian bunuh diri di Gunungkidul, kata Pembajun, dilakukan korban yang usianya kebanyakan di atas 50 tahun atau mendekati lanjut usia.
Selain Kabupaten Gunungkidul, kasus bunuh diri di DIY terbanyak kedua terjadi di Kabupaten Sleman, dengan rentang usia pelaku berkisar 20-60 tahun dan faktor pemicunya juga lebih kompleks, seperti karena korban terjerat pinjaman online atau pinjol. Selain itu ada juga dipicu faktor psikologis kepribadian tertutup hingga penyakit kronis.
Makin tingginya kasus bunuh diri di DIY ini pun kian menjadi perhatian tersendiri pemerintah daerah. Salah satu upaya antisipasi dengan melakukan edukasi. "Kami melatih kader kesehatan jiwa di tiap wilayah untuk intens mendeteksi dan mendampingi warga yang memiliki masalah kesehatan mental itu," kata dia. Menurutnya, pemerintah telah meluncurkan program Pojok Skrining untuk mengatasi masalah kesehatan mental ini di tiap wilayah.
Tidak hanya pemerintah, lingkungan kampus di Yogyakarta juga belakangan gencar memberi perhatian pada persoalan kesehatan mental ini bagi para sivitasnya, seperti dilakukan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Menyambut Hari Kesehatan Mental Dunia yang jatuh tiap 10 Oktober, UMY melalui Divisi Konseling dan Kesejahteraan, Lembaga Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni (LPKA) menggelar terapi massal bagi sivitas yang membutuhkan. Dalam terapi itu sivitas yang ikut, diajak bersama meningkatkan perasaan positif, melepaskan energi negatif, mengikuti intuisi dan menemukan alasan untuk hidup.
“Dalam terapi ini peserta juga menerima adanya dukungan sosial karena banyak kasus ketika mereka sedang merasakan perasaan negatif memilih untuk menyendiri," kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UMY Faris Al-Fadhat. Terapi massal itu diharapkan dapat mengurangi beban ataupun emosi negatif dan dilakukan secara berkala untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Pilihan Editor: BMKG Prakirakan Hujan Mendominasi Kota-kota Besar, Jakarta Berawan Tebal