Penggalangan dukungan yang disosialisasi lewat jejaring sosial dengan 12 juta anggota di Indonesia itu memang berdampak luar biasa. Seperti "Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah-Bibit Samad Rianto". Hanya dalam beberapa hari, gerakan menentang penahanan Chandra dan Bibit oleh polisi itu menembus sejuta dukungan.
Menyusul "kisruh" KPK dan Polri, berbagai dukungan yang digulirkan lewat dunia maya memang banyak bermunculan. Selain dukungan untuk Chandra-Bibit, institusi KPK, atau yang lebih luas: dukungan terhadap pemberantasan korupsi, di Facebook bermunculan grup-grup mendukung Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Susno Duadji, untuk "menandingi" dukungan terhadap Chandra-Bibit.
Baca Juga:
Di tengah kekisruhan kasus hukum yang menjerat dua petinggi KPK itu, di Facebook juga sempat muncul grup-grup untuk mengecam pemilik akun bernama Evan Brimob. Polisi dari kesatuan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sumatera Selatan ini menuai kecaman dari ribuan pengguna Facebook gara-gara menulis status yang menambah keruh suasana.
Internet memang salah satu media efektif untuk menjaring dukungan. Seperti baru-baru ini, muncul lagi satu bentuk dukungan terhadap pemberantasan korupsi. Namun, tak seperti sebagian besar dukungan berbentuk gerakan lewat grup-grup di jejaring sosial, dukungan ini dalam bentuk situs web bernama Cicak (http://cicak.or.id/).
Situs Cicak.or.id, yang dibuat Dagdigdug Indonesia, agak berbeda dengan gerakan "Cinta Indonesia Cinta KPK" atau yang dikenal dengan "Cicak". Situs Cicak ini singkatan dari "Cinta Indonesia Cinta Antikorupsi". Menurut salah satu pengelolanya, Yusro M. Santoso, pihaknya lebih memilih "cinta antikorupsi" ketimbang "cinta KPK" karena gerakan antikorupsi memiliki sifat lebih luas.
"Kalau gerakan cinta antikorupsi kan tidak hanya milik gerakan Cicak semata. DPR, polisi, jaksa juga punya komitmen sama untuk memberantas korupsi," kata Yusro. Selain itu, pemberian nama "Cinta KPK" dinilainya terlalu "sempit". Pasalnya, KPK juga harus menjadi lembaga yang dikritik dalam gerakan pemberantasan korupsi. "Mereka kan bukan kumpulan malaikat."
Pembuatan situs ini memang diawali dorongan dari para pegiat antikorupsi yang tergabung dalam gerakan Cicak. Mereka mengajak Dagdigdug Indonesia, yang dimotori Didi Nugrahadi, membuat sebuah situs web untuk sosialisasi gerakan tersebut. Saat itulah Didi cs mengajukan syarat: situs web "Cicak" bukan hanya "Cinta Indonesia Cinta KPK", tapi dengan arti lebih luas: "Cinta Indonesia Cinta Antikorupsi". "Supaya lebih universal," kata Didi kepada iTempo, Rabu lalu.
Namanya saja Dagdigdug, di kalangan pengguna Internet dalam negeri, layanan web hosting lokal ini dikenal sebagai "produsen" situs bermodel user generated content. Cicak.or.id juga dibuat dengan model ini. Pengguna dipersilakan mengelola, mengisi, dan memoderasi situs ini bersama-sama. Mereka bisa mengirim posting artikel tentang pemberantasan korupsi, memberi rating, atau mengomentari artikel yang ditulis pengguna lain.
Karena dikelola anggotanya sendiri, lembaga-lembaga yang mendukung gerakan ini, seperti Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Transparency International Indonesia, Masyarakat Transparansi Indonesia, PSHK, dan Indonesia Corruption Watch, juga diberi ID khusus untuk ikut mengisi content situs ini.
Meski baru di-publish awal bulan ini, situs Cicak.or.id sudah diisi sekitar 100 artikel. Respons pengguna cukup baik. Pada hari ketiga, misalnya, Cicak.or.id sempat dikunjungi 18 ribu pengunjung. Karena masih menjadi isu aktual, sebagian besar artikel di sini memang masih seputar "kisruh" KPK dengan Polri. Yusro berharap, kendati kasus tersebut selesai nantinya, gerakan dukungan terhadap pemberantasan korupsi lewat tulisan di Cicak.or.id akan terus berlanjut. "Jadi tidak cuma 'hangat-hangat tahi ayam' karena kasus Chandra-Bibit," ujarnya.
DIMAS