Di tengah kondisi ekonomi yang tak bisa diprediksi itu, masih menurut studi tersebut, diperlukan pendekatan teknologi yang lebih fleksibel disamping pendekatan bisnisnya. Hasil studi ini memang tak bisa dianggap enteng, karena dilakukan dengan mewawancarai 150 orang eksekutif bisnis dan 400 pakar teknologi. Survei hanya dilakukan terhadap perusahaan yang memiliki lebih dari 500 karyawan, di sejumlah negara di Amerika, Eropa, Timur Tengah dan Asia Pasifik.
Dalam kondisi yang masih tak terduga itu, 69 persen perusahaan yang disurvei meyakini bahwa jika mereka kembali ke pendekatan lama dalam merencanakan pertumbuhan bisnisnya, akan tertinggal dibanding mereka yang mampu memanfaatkan teknologi secara efektif. Karena itulah sebanyak 62 persen dari pimpinan perusahaan setuju untuk secara rutin melakukan perubahan yang cepat terhadap teknologi mereka.
Baca Juga:
Cin Cin, Enterprise Server Storage Network channels and SMB Director, HP Indonesia, mengatakan pemilihan teknologi yang tepat menjadi hal penting untuk menentukan pertumbuhan bisnis sebuah perusahaan. Seperti fakta yang ada saat ini, para tenaga IT perusahaan menghabiskan 70 persen waktunya untuk operasional dan melakukan perawatan infrastruktur IT. Sisanya atau 30 persennya, baru digunakan untuk inovasi bisnis.
"Ini terjadi karena jumlah server yang tersebar dan tidak terkonsolidasi, server sudah lama, atau karena mereka punya business process yang tidak fleksibel," kata Cin Cin, dalam sebuah diskusi untuk membahas hasil studi tersebut, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Hewlett-Packard (HP) memang berkepentingan dengan studi itu. Vendor komputer, peranti lunak sekaligus infrastruktur teknologi informasi ini yang mensponsori studi Coleman Parks. Berdasar studi itulah, HP Indonesia memperkenalkan Converged Infrastructure di Indonesia.
Arsitektur Converged Infrastructure adalah strategi atau layanan yang mengkonsolidasikan perangkat infrastruktur IT yang dimiliki perusahaan. Layanan berkonsep virtualisasi ini akan membuat para tenaga IT bisa lebih terkoordinasi satu sama lain. Misalnya sebuah perusahaan dengan banyak cabang di luar negeri, membutuhkan sejumlah data dari kantor perwakilannya di Jepang. "Kalau infrastukturnya tidak terkoordinasi, butuh waktu lebih lama untuk mendapatkan data itu."
Dengan layanan ini, perusahaan juga bisa mengetahui seberapa besar tingkat utilisasi perangkat keras yang mereka miliki. Sebelumnya, untuk mengetahui server mana yang utilisasinya masih rendah dan mana yang sudah tinggi, tergolong sulit. "Dengan HP Converged Infrastructure, perusahaan bisa mengetahui server di cabang mana yang masih bisa dioptimalisasi atau ditambah aplikasinya," ujarnya.
Tak menutup kemungkinan, dengan mengadopsi layanan ini ke depan, perusahaan cuma membutuhkan sebuah server multi-core saja yang mampu menjalankan tiga aplikasi sekaligus. "Ketimbang memiliki tiga server yang masing-masing menjalankan sebuah aplikasi," kata Cin Cin. Hal ini tentu berdampak pada efisiensi operasional perusahaan.
Cin Cin mengklaim strategi Converged Infrastructure yang menggabungkan seluruh infrastuktur IT perusahaan tersebut hanya dimiliki HP. Strategi ini juga tak terbatas pada satu industri, tapi bisa diadopsi di berbagai bidang bisnis, baik keuangan, manufaktur atau retail. "Layanan ini fokus pada masa depan dan inovasi," ujarnya. Tujuannya, tak lain agar perusahaan cepat beradaptasi dengan perkembangan kondisi perekonomian yang masih
DIMAS