TEMPO Interaktif, Pasadena - Pengukuran terbaru NASA terhadap sirkulasi air laut, Atlantic Meridional Overturning Circulation, bagian dari sabuk laut Atlantik Utara yang ikut membantu perubahan iklim global, tak menunjukkan perlambatan signifikan selama 15 tahun terakhir. Temuan ini membantah anggapan ancaman zaman es ke-2.
Dari tenik pemantauan baru, Josh Wilis, ahli kelautan Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena, mengatakan tak menemukan tanda perlambatan siklus air hangat dan dingin di lautan Atlantik. "Siklus air yang tak menentu mungkin bagian dari siklus alami," kata Willis. “Aliran air hangat bisa terhambat oleh es yang mencari akibat efek rumah kaca. Hangat, air tawar lebih ringan dan sulit tenggelam daripada dingin, air garam.”
Willis menghitung perubahan aliran air laut ke utara-bagian dari sirkulasi di sekitar garis linta 41 derajat, antara New York dan utara Portugal. Teknik baru ini melibatkan lembaga Argo Array dan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional. Mereka merekam data suhu, salinitas, dan kecepatan arus laut seluruh dunia melalui 3.000 robot pelampung. Hasil pantauan sepanjang tahun 2002-2009 diukur melalui satelit dan hasilnya telah diiterbitkan dalam Geophysical Research edisi 25 Maret.
Perubahan sirkulasi air hangat dan air dingin yang melambat tak membuat perubahan dramatis, seperti kejadian di jaman es. "Tak ada yang memperkirakan zaman es terjadi akibat perubahan arus air laut Atlantik," kata Willis. Perubahan iklim sekarang memang masih dipengaruhi sirkulasi aliran arus Atlantik. Beberapa menyatakan berpengaruh pada pola curah hujan di seluruh Amerika Serikat dan Afrika, dan memunculkan sejumlah badai di Atlantik."
Aliran arus Atlantik merupakan sistem sirkulasi laut, yang merupakan air air hangat dari daerah tropis ke utara Atlantik Utara. Di sekitar laut Greenland, air mendingin, tenggelam ke kedalaman dan mengubah arah aliran. Air ke arah sebaliknya.
SCIENCEDAILY