TEMPO.CO , Jakarta -Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief menegaskan fokus penelitian katastropik purba adalah memetakan bencana besar yang terjadi di masa lalu. Bencana besar ini berpotensi berulang dan terjadi di masa sekarang. Ia menolak kalau penelitian itu adalah bagian dari keinginan mencari piramida.
Menurut Andi Arief, gempa 9 skala Richter disusul tsunami besar yang melanda Nangroe Aceh Darussalam pada akhir 2004 mengundang tanda tanya mengenai mitigasi bencana. Salah satu caranya adalah dengan memetakan perulangan bencana gempa, tsunami, dan letusan gunung berapi. Dengan mengetahui perulangan ini bencana berikutnya bisa diantisipasi.
Sayangnya, data bencana besar masa lalu sangat terbatas hingga beberapa ratus tahun ke belakang. Itu pun hanya beberapa lokasi saja yang memiliki data lengkap. "Karena itu kami mengkoordinasikan penelitian mengenai katastropik purba dalam sebuah tim. Butuh 'orang gila' untuk meneliti ini," ujar Andi saat membuka diskusi mengenai bencana katastropik purba di Jakarta, Selasa, 7 Februari 2012.
Tim Bencana Katastropik Purba kemudian diisi oleh sembilan peneliti ilmu bumi. Ahli sedimentologi Andang Bachtiar, salah seorang anggota tim, mengaku terbantu. Tak ada bantuan dana penelitian dari Istana tapi keanggotaannya di dalam tim mempermudah proses perizinan penelitian sedimentasi yang membutuhkan penggalian.
Kehadiran ahli memastikan pembahasan bencana didasari oleh kajian ilmiah. Namun Andi mengakui bahwa hasil penelitian bisa diinterpretasi berbeda oleh khalayak. Salah satu interpretasi itu dilakukan oleh Yayasan Turangga Seta yang mengatakan piramida sisa peradaban masa lalu yang dulu dibangun nenek moyang orang Sunda. "Kami tidak mencari piramida melainkan bencana masa lalu," kata Andi.
Baca Juga:
ANTON WILLIAM
Berita Terkait
Ahli: Tak Ada Emas di 'Piramida' Gunung Sadahurip
Rumor Gunung Piramida Sadahurip Libatkan Istana
Benarkah Ada Piramida di Gunung Sadahurip dan Lalakon?
Tim Bahas Piramida Dibentuk Staf Khusus SBY