Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menimbang Kembali Bahan Bakar Nabati

image-gnews
thecarconnection.com
thecarconnection.com
Iklan

TEMPO.CO , Jakarta - Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sedang mengkaji bioetanol dari tanaman nonpangan di Indonesia untuk penerapan di industri.

Peneliti dari Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Haryono, mengatakan Brasil sukses mengolah tanaman tebu menjadi bahan bakar etanol sejak era 2000-an. Etanol tebu berbuah manis karena kini transportasi Brasil menggunakan bahan bakar ramah lingkungan ini.

"Etanol dipromosikan besar-besaran, sehingga sukses menggantikan BBM (bahan bakar minyak)," kata Agus kepada Tempo, Senin 7 Mei 2012.

Satu dekade sejak Brasil memakai bioetanol, LIPI mendapat bantuan sebesar US$ 3 juta dalam kurun waktu 3 tahun untuk membangun laboratorium penelitian bioetanol. Bahan baku yang dipakai murni limbah tanaman, dan banyak ditemukan di Indonesia. Tandan kosong kelapa sawit, pelepah pisang, batang sorgum, dan ampas tebu, misalnya, semua bisa diolah menjadi bioetanol.

Bioetanol dipercaya akan meningkatkan ketahanan energi. Sumber daya ini bisa diproduksi di Indonesia. Bahkan, kata Agus, enzim pengurai glukosa dari serat tanaman bisa didapatkan dari bakteri khas Indonesia.

Bahan bakar etanol juga lebih ramah lingkungan. LIPI menemukan bahan ini memiliki kandungan oksigen sekitar 35 persen. Pada kadar setinggi ini pembakaran yang dihasilkan akan sangat bersih. Emisi karbon monoksida yang dihasilkan pun lebih rendah 19-25 persen ketimbang BBM, sehingga pemakaiannya akan mengurangi polusi.

Demikian pula dengan angka oktan etanol sebesar 129 atau lebih tinggi ketimbang Premium (oktan 88) dan Pertamax (oktan 92). Dengan oktan tinggi, LIPI memastikan pembakaran etanol lebih stabil.

Pilot plant di Serpong sejauh ini mampu menghasilkan bioetanol berkadar 99,5 persen. Angka ini, kata Agus, sama persis dengan kebutuhan minimal untuk mesin kendaraan. Enggan berhenti di situ, LIPI berharap bisa meluncurkan bioetanol berkadar 99,9 persen pada 2014 nanti.

Deputi Energi dan Teknologi Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Unggul Priyanto menilai Indonesia sangat mungkin menyusul Brasil dalam pemakaian bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan umum. Dalam program pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, pemerintah bisa saja mencampurkan etanol dengan Premium dan menjadikannya sebagai alternatif bahan bakar. Dalam skenario ini, kata dia, pemilik kendaraan diberi kuota harian pembelian Premium. Jika kuota tercapai, pengendara bisa membeli campuran etanol dan Premium ini (disebut BioPremium).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Jadi pemakai Premium tak harus loncat memakai Pertamax ketika kuota harian habis. Ini strategi yang efektif," kata Unggul.

LIPI berencana menguji kemampuan bahan bakar campuran ini. Menurut rencana, sampel bioetanol akan diserahkan kepada Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI untuk dicobakan ke mesin pembakaran internal.

Sejauh ini Agus sudah mencobakan etanol murni sebagai bahan bakar generator listrik. "Hasilnya memuaskan, sangat mungkin dipakai," kata dia.

Meski potensi etanol sudah tampak di depan mata, masih ada aral yang melintang. Permasalahan tersebut muncul dari sisi pajak. Menurut Agus, fiskal Indonesia belum mengenal bioetanol sebagai bahan bakar.

"Bioetanol digolongkan sebagai miras (minuman keras)," ujarnya.

Kategori miras ini jelas merugikan investor. Soalnya, pajak miras lebih tinggi ketimbang pajak bahan bakar. "Pajaknya bisa beberapa kali lipat," katanya.

PT Pertamina dan PT Perkebunan Nusantara kembali mempertimbangkan teknologi bioetanol untuk diproduksi massal. LIPI sendiri berharap pemerintah bisa membuka mata mengenai potensi bahan bakar bersih terbarukan ini. Jika industri dan regulasi sejalan, kata dia, bukan tak mungkin kendaraan bioetanol beredar berseliweran di seluruh Indonesia dalam waktu beberapa tahun mendatang.

ANTON WILLIAM

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


4 Manfaat Bioetanol, Bisa Mengurangi Emisi

10 Juni 2023

Ilustrasi emisi karbon. Pexels/Elina Araja
4 Manfaat Bioetanol, Bisa Mengurangi Emisi

Bioetanol, sebagai salah satu sumber energi terbarukan yang menjanjikan, muncul sebagai bahan bakar alternatif.


DKI Bakal Olah 2.000 Ton Sampah di Bantargebang per Hari Jadi Bahan Bakar

21 Februari 2022

Foto udara TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, 24 September 2021. Pemprov DKI Jakarta menyiapkan lahan baru seluas 7,5 hektare sebagai upaya menampung jumlah sampah yang telah mencapai ketinggian 50 meter, sehingga nantinya total luas lahan TPST menjadi 117,5 hektare. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah
DKI Bakal Olah 2.000 Ton Sampah di Bantargebang per Hari Jadi Bahan Bakar

Pemprov DKI Jakarta akan mengolah 2.000 ton sampah setiap hari yang ada di TPST Bantargebang menjadi 750 ton bahan bakar alternatif.


Mobil Balap Porsche di Le Mans Pakai Bahan Bakar Terbarukan, Mesinnya Twin-Turbo

29 Januari 2022

LMDH Porsche. tracednews.com
Mobil Balap Porsche di Le Mans Pakai Bahan Bakar Terbarukan, Mesinnya Twin-Turbo

Baik Porsche maupun Audi akan menggunakan sasis Multimatic pada mobil balap LMDh masing-masing. Mesin hybrid V8 twin-turbo diuji di Weissach.


RDF Cilacap Mampu Olah Sampah 140 Ton Sehari, Hasilkan Energi Terbarukan

3 Maret 2021

RDF Jeruk Legi Kabupaten Cilacap mampu mengolah sampah hingga 140 ton dalam sehari. Kredit: Twitter/Ditjen Cipta Karya
RDF Cilacap Mampu Olah Sampah 140 Ton Sehari, Hasilkan Energi Terbarukan

Pakar teknologi lingkungan ITB Enri Damanhuri menyebut RDF cocok untuk pengelolaan sampah di Indonesia.


Maskapai KLM Belanda Terbangkan Pesawat dengan Bahan Bakar Kerosin Sintetis

9 Februari 2021

Pesawat KLM terlihat diparkir di Bandara Schiphol di Amsterdam, Belanda, 2 April 2020. [REUTERS / Piroschka van de Wouw / File Photo]
Maskapai KLM Belanda Terbangkan Pesawat dengan Bahan Bakar Kerosin Sintetis

Maskapai penerbangan Belanda, KLM, menjadi yang pertama menerbangkan pesawat dengan campuran bahan bakar kerosin sintetis dari Amsterdam ke Madrid.


Kementerian Lingkungan Hidup Kembangkan Bioethanol dari Nira Aren

10 Maret 2017

ilustrasi bahan bakar nipah
Kementerian Lingkungan Hidup Kembangkan Bioethanol dari Nira Aren

Bioethanol nira aren sangat prospektif dan sangat membantu masyarakat perdesaan memenuhi bahan bakar rumah tangga.


Menteri Darmin: NTB Bisa Jadi Sentra Bioetanol

11 Februari 2017

Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution usai rapat koordinasi membahas harga gas industri di Gedung Kemenko Perekonomian, 4 Oktober 2016. Tempo/Richard Andika
Menteri Darmin: NTB Bisa Jadi Sentra Bioetanol

Riset pengembangan biosolar dengan mencampurkan solar dengan hasil olahan kelapa sawit sudah dilakukan di Indonesia barat.


PT Enero Tagih Janji Pertamina Serap Produksi Bioetanol

9 September 2015

ilustrasi bahan bakar nipah
PT Enero Tagih Janji Pertamina Serap Produksi Bioetanol

Sambil berharap serapan bioetanol oleh Pertamina, PT Enero menandatangani kontrak dengan PT Total Oil Indonesia yang akan membeli 135 ribu liter/tahun


PTPN X Jual Bioetanol ke Total Oil

1 September 2015

ilustrasi bahan bakar nipah
PTPN X Jual Bioetanol ke Total Oil

PTPN X optimistis bioetanol makin menarik perhatian pasar.


Pertalite Hadir untuk Memberikan Pilihan yang Lebih Banyak

15 Juli 2015

Petugas SPBU melayani pembeli bensin, para petugas tidak terlihat terganggu ketika mengunakan pakaian adat Jawa ketika bertugas. Sukoharjo, Jawa Tengah, 21 April 2015. TEMPO/Bram Selo Agung
Pertalite Hadir untuk Memberikan Pilihan yang Lebih Banyak

Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite hadir untuk memberikan pilihan yang lebih banyak