Di sekolah tinggi, ia secara tak sengaja menemukan buku "Men of Mathematics" karya Eric Temple Bell dan segera menunjukkan keterampilan matematikanya dengan membuktikan teori klasik Fermat. "Itu sebuah prestasi," kata Nash.
Berniat menjadi insinyur seperti ayahnya, Nash masuk Universitas Carnegie Mellon (kemudian disebut Carnegie Institute of Technology). Tapi, karena kekesalannya pada jadwal kuliah yang ketat dan didorong oleh salah seorang profesor yang melihat potensi kejeniusan matematikanya, ia beralih ke matematika.
Setelah menerima gelar sarjana dan master di Carnegie, ia tiba di Princeton pada 1948. Saat itu adalah momen di mana anak-anak Amerika bermimpi tumbuh menjadi fisikawan seperti Einstein atau matematikawan brilian seperti John von Neumann.
Dan John Nash, yang tinggi dan tampan, dengan cepat menjadi terkenal karena dianggap memiliki kesombongan intelektual dan sering melakukan kebiasaan aneh. Dia mondar-mandir di lorong, pergi di tengah percakapan, bersiul terus-menerus dan sangat ambisius, demikian rekan-rekannya mengingatnya.
Ia menemukan sebuah permainan, yang dikenal sebagai Nash. Permainan ini menjadi terkenal di tempat nongkrong Fine Hall, tempat Neumann dan Einstein sering menghabiskan kopi sore, yang dikenal dengan sebutan "rumah bagi departemen matematika". (Permainan yang sama, diciptakan secara independen di Denmark, kemudian dijual oleh Parker Brothers dengan nama Hex.)
Ia juga menemukan jalan keluar dari masalah yang belum terpecahkan oleh Neumann dan Oskar Morgenstern, pelopor teori permainan, dalam buku mereka, "Theory of Games dan Economic Behavior."