TEMPO.CO, Jakarta -Laba-laba adalah salah satu makhluk yang ditakuti orang banyak. Seseorang dengan arachnophobia –atau fobia laba-laba –akan melihat makhluk berkaki delapan ini lebih besar dari ukuran sesungguhnya.
Peneliti dari Departemen Otak dan Ilmu Kognitif Ben Gurion University, Israel, Tali Leibovich, melakukan percobaan pada dua kelompok mahasiswi. “Bagi kelompok dengan tingkat arachnophobia tinggi, cenderung menilai laba-laba lebih besar dari ukuran sebenarnya,” kata dia seperti dilansir dari Live Science, Kamis, 18 Februari 2016.
Ide percobaan ini muncul dari pengalaman pribadi Leibovich, yang ternyata takut laba-laba. Suatu hari, ia meminta rekannya untuk mengenyahkan laba-laba ‘besar’ yang merayap di mejanya. Permintaan ini membuat bingung sang rekan, karena menurut dia laba-laba itu berukuran kecil. Perbedaan persepsi ini menimbulkan pertanyaan di benak Leibovich.
Akhirnya, mereka mengumpulkan 27 orang mahasiswi yang dibagi dalam dua kelompok, sesuai tingkat ketakutan terhadap laba-laba. Mereka diminta untuk melihat kumpulan berbagai macam binatang dari serangga hingga mamalia, lalu membuat perkiraan ukurannya. Hasilnya, kelompok dengan tingkat ketakutan tinggi, menilai ukuran laba-laba jauh lebih besar dari yang sebenarnya. Hal ini tak terjadi dengan perkiraan ukuran hewan lain, termasuk kupu-kupu.
Pada sesi kedua, para peneliti menambahkan gambar serangga menakutkan lain seperti tawon dan kumbang. Hasilnya, kumbang –yang ternyata juga ditakuti sebagian besar peserta –dinilai lebih besar daripada ukuran sebenarnya. Namun, hal ini tak terjadi pada tawon, yang meski dihindari, tapi tak ditakuti.
Leibovich menyimpulkan, emosi seperti rasa takut, dapat mempengaruhi persepsi manusia terhadap suatu obyek. “Seperti bagaimana mereka melihat laba-laba jauh lebih besar daripada yang sebenarnya,” kata dia.
Namun, hasil ini juga mengundang pelbagai pertanyaan lain. Apakah memang rasa takut yang membuat perkiraan ukuran menjadi kaca, atau justru kacaunya daya persepsi ini yang menimbulkan rasa takut. Leibovich dan timnya berencana membuat percobaan lain untuk menemukan jawaban pasti. Hasil konkrit, menurut dia, dapat menjadi dasar untuk mengembangkan pengobatan bagi berbagai macam fobia.
DAILY MAIL | LIVE SCIENCE | URSULA FLORENE