TEMPO.CO, Jakarta - Tim ilmuwan Cina sukses menumbuhkan sejumlah embrio tikus di luar angkasa. Riset ini adalah bagian program penelitian reproduksi mamalia di orbit bumi. Studi ini membuka petunjuk terhadap ide kolonisasi manusia di jagat raya yang sangat tergantung pada keberhasilan reproduksi di luar bumi.
Para ilmuwan sebelumnya tak yakin mamalia, terutama manusia, bisa bereproduksi dan tumbuh di luar bumi. Pada 1996, para ilmuwan Badan Antariksa Luar Angkasa pernah mengirim 49 embrio tikus ke luar angkasa. Tak satupun embrio yang berkembang. Riset simulasi fertilisasi sel telur tikus pada gravitasi nol yang dilakukan para peneliti Jepang pada 2009 juga gagal.
Pada 6 April lalu, Cina meluncurkan satelit SJ-10 yang membawa sekitar 6.000 embrio tikus di dalam wadah khusus sebesar alat memasak microwave. Wadah embrio itu adalah satu dari 20 eksperimen yang dibawa SJ-10. Saat peluncuran, embrio-embrio itu masih dalam tahap awal perkembangan. Mereka dimasukkan di dalam larutan nutrisi yang bisa membantu perkembangannya. Beberapa hari setelah peluncuran, gambar dari satelit memperlihatkan bagaimana embrio dengan dua sel itu tumbuh selama di orbit.
Duan Enkui, peneliti dari Institute of Zoology, mengatakan ide kolonisasi manusia di luar angkasa masih sangat jauh untuk diwujudkan. Manusia harus paham dulu bagaimana caranya bertahan dan bereproduksi di luar angkasa. "Sekarang kami membuktikan bahwa tahap penting dalam reproduksi kita, perkembangan awal embrio, dimungkinkan terjadi di luar angkasa," katanya seperti ditulis Tech Times, kemarin.
Kamera di dalam satelit mengambil citra perkembangan embrio setiap empat jam. Dalam 80 jam, para peneliti menemukan bahwa embrio itu berkembang menjadi blastocyst yang ditandai dengan adanya perbedaan kompleks di dalam sel. Kemunculan blastocyst menjadi tanda awal bahwa embrio tikus itu bisa tumbuh normal dalam kondisi tanpa gravitasi. Setelah tahap ini sel-sel embrio akan membelah lagi. Satelit SJ-10 akan berada di orbit selama beberapa hari sebelum masuk lagi ke atmosfer bumi.
Keberhasilan pertumbuhan tahap awal embrio tikus tentu saja tak bisa disamakan dengan embrio manusia. Namun, riset ini menunjukkan ada jalan untuk mengatasi masalah biologis reproduksi di luar angkasa. "Ini adalah tonggak penting dalam eksplorasi jagat raya," kata Aaron Hsueh, spesialis reproduksi biologi dari Stanford University. "Satu langkah kecil untuk embrio tikus, satu lompatan besar untuk reproduksi manusia."
CHINA DAILY | MIRROR | POPULAR SCIENCE | GABRIEL WAHYU TITIYOGA