Tentang Sistem Antirudal Balistik THAAD di Korea yang Picu Reaksi Cina
Reporter
Zacharias Wuragil
Editor
Zacharias Wuragil
Selasa, 16 Agustus 2022 04:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak pemerintahan baru di Korea Selatan dilantik pada Mei lalu, keberadaan sistem Terminal High Altitude Area Defense (THAAD), atau sistem pertahanan rudal balistik, berkembang menjadi isu yang diperdebatkan antara Seoul dan Beijing. Tepatnya setelah Presiden Korea Selatan yang baru, Yoon Suk-yeol, menyerukan penguatan persekutuan dengan Amerika Serikat.
Perdebatan terkini tentang sistem THAAD terjadi pekan lalu saat Kementerian Luar Negeri Cina mengklaim adanya kebijakan '3 Tidak' dan '1 Pembatasan' dari pemerintahan Korea Selatan sebelumnya. Menurut Beijing, pemerintahan presiden yang sekarang tidak seharusnya melanggarnya.
Kebijakan '3 Tidak' itu merujuk kepada tidak ada pengerahan tambahan sistem antirudal, tidak berintegrasi ke dalam sistem pertahanan rudal yang dipimpin Amerika Serikat dan tidak membangun aliansi trilateral dengan Washington dan Tokyo. Sedangkan '1 Pembatasan' berarti membatasi penggunaan sistem THAAD yang sudah ada di Korea.
Korea Selatan pada 2016 memang memutuskan untuk mendatangkan sistem pertahanan rudal milik AS itu karena menganggap semakin berkembangnya ancaman rudal dan nuklir Korea Utara. Instalasi satu baterai sistem THAAD kemudian dilakukan pada 2017 yang malah memicu reaksi dari Cina, yang menyatakan radar dari sistem rudal itu bisa saja dikonfigurasi ulang mengarah ke wilayahnya.
Saat itu Beijing langsung membekukan tur grup dari negaranya ke Korea Selatan dan melarang raksasa supermarket asal Korea Selatan Lotte di Cina karena telah menyediakan lahan untuk pengerahan sistem rudal tersebut. Presiden Korea Selatan sebelumnya, Moon Jae-in, seorang liberal yang memperjuangkan kesepakatan damai dengan Korea Utara, kemudian membuat kebijakan '3 Tidak' dan '1 Pembatasan' itu untuk memperbaiki hubungan Seoul-Beijing.
Namun, penggantinya yang sekarang adalah seorang konservatif Yoon Suk Yeol. Dia menyerukan kerja sama keamanan lebih kuat dengan Washington dan mengungkap kesediaan membeli baterai THAAD tambahan untuk ditempatkan di lokasi yang lebih dekat ke Seoul. Alasannya, mengantisipasi percepatan pengembangan program rudal dan senjata nuklir Korea Utara.
Terhadap kebijakan yang dibuat di masa Presiden Moon Jae-in itu, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan menyatakannya bukan sebagai komitmen terhadap Cina, dan tidak untuk dinegosiasikan dengan negara itu. Meskipun Seoul juga berharap isu tersebut tidak sampai menjadi batu sandungan bagi hubungan kedua negara. Ditambahkan pula dari Kementerian Pertahanannya kalau radar akan terhalang pegunungan jika diarahkan ke Cina dari lokasinya saat ini.
Pensiunan Jenderal Amerika Serikat, Robert Abrams, yang pernah menjadi Komandan Pasukan Amerika Korea, juga menepis tudingan dari Beijing kalau radar di sistem THAAD bisa memata-matai Beijing. "Tolong jelaskan kepada kami bagaimana THAAD di Korea Selatan mengancam keamanan strategis Republik Rakyat Cina," katanya lewat akun Twitter pada 27 Juli 2022. "Ini adalah area sistem pertahanan. Pastinya sensor-sensor canggih Anda bisa tahu pada mode apa radar TPY-2 bekerja."
Seperti apa sebenarnya klasifikasi dan kemampuan dari sistem THAAD yang diributkan itu? Apa yang dimaksud dengan baterai tambahan yang ingin dibeli Seoul dan radar yang dipermasalahkan Beijing? Di halaman berikutnya adalah gambaran dari sistem pertahanan rudal balistik ini, beserta sebarannya saat ini di dunia.
<!--more-->
Di atas Rudal Patriot, di bawah Aegis
Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) adalah sebuah sistem mobile yang mencegat rudal balistik ketika mereka mencapai fase terbang finalnya. Sistem ini mencakup di dalamnya radar x-band, AN/TPY-2, dan sebuah roket satu tingkat sebagai interseptor hit-to-kill. Sebagai ilustrasi jangkauan dari si roket interseptor, aksi cegat itu bisa dilakukan di dalam maupun luar atmosfer.
THAAD berada di kelas menengah dalam Sistem Pertahanan Rudal Balistik Amerika Serikat. Sistem ini bisa melindungi area pertahanan yang lebih luas daripada rudal-rudal Patriot tapi melapis sistem eksoatmosferik rudal Aegis BMD dan GMD. Dalam uji yang sudah dilakukan, THAAD menunjukkan kemampuan melawan rudal-rudal balistik jarak pendek dan menengah.
Komponen THAAD
Sistem THAAD terdiri dari empat komponen utama: interseptor, kendaraan peluncur, radar, dan sistem kontrol peluncuran.
Untuk interseptor adalah roket tunggal sepanjang 6,2 meter dan bobot 662 kilogram. Mampu melesat 150-200 kilometer, THAAD berbeda dari sistem pertahanan rudal lainnya karena dapat mencegat target-targetnya di dalam maupun di luar atmosfer.
Untuk kendaraan peluncur atau baterai THAAD biasanya memiliki enam peluncur, dan setiap peluncur memuat enam roket. Perlu 30 menit untuk isi ulang di setiap peluncurnya itu.
Untuk radar, sistem THAAD menggunakan Army Navy/Transportable Radar Surveillance (AN/TPY-2) untuk mendeteksi dan melacak rudal balistik pada jarak 870 sampai 3.000 kilometer.
Sebaran THAAD
Per akhir 2015, ada lima baterai THAAD yang aktif. Pada 2019, Amerika Serikat memiliki tujuh baterai THAAD dan telah mengerahkan tiga di luar wilayah daratannya. Termasuk yang tiga itu adalah di Guam dan Korea Selatan. Amerika menempatkan radar FBM AN/TPY-2 tambahan di Kyogamisaki, Jepang; Shariki, Jepang; Kürecik, Turki; Gunung Keren, Israel; dan di lokasi kelima yang kemungkinan adalah Arab Saudi.
Amerika menempatkan satu baterai di Guam pada 2013 lalu. Penempatan merespons ancaman dari Korea Utara terhadap pulau yang menjadi teritori Amerika di Pasifik Barat itu. Sedangkan yang ditempatkannya di Seongju, Korea Selatan, diaktivasi pada 1 Mei 2017.
Pada April 2019 lalu, AS menempatkan sistem THAAD di situs European Phased Adaptive Approach NATO di Rumania bersamaan dengan sistem Aegis Ashore di sana yang menjalani perawatan. Menyusul sejumlah serangan rudal dan drone di fasilitas minyak Saudi, AS mengerahkan sebuah baterai THAAD ke Arab Saudi pada Oktober 2019. Sistem itu telah ditarik kembali pada pertengahan 2021.
Operator THAAD selain Amerika
Pada 2012, Defense Security Cooperation Agency (DSCA) menyetujui penjualan THAAD ke Qatar dan Uni Emirat Arab sebagai penjualan pertama senjata itu ke militer luar negeri.
Pada 2013, kontraktor Amerika menyepakati kesepakatan awal, senilai $1,135 miliar, untuk menyuplai dua baterai THAAD ke UEA. Penjualan dilaporkan termasuk 192 roket interseptornya, 2 radar AN/TPY-2, 12 peluncur, dan sistem pendukung lainnya. Pada 2016, UEA menerima baterai pertamanya.
Sedangkan penjualan ke Arab Saudi meliputi tujuh baterai yang diperkirakan senilai $15 miliar. Kontrak jual beli diteken pada November 2018.
Penjualan dua baterai ke Qatar disetujui pada November 2012 untuk nilai kontrak yang diperkirakan $6,5 miliar. Proposalnya mencakup 12 peluncur, 150 interseptor, 2 sistem kendali peluncuran, 2 radar AN/TPY-2, 1 Early Warning Radar (EWR), dan perlengakapan pendukung. Namun jual-beli ini tak terealisasi.
KOREA TIMES, DEFENSE NEWS, MISSILE THREAT (CSIS), LOCKHEED MARTIN
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.