Kisah Guru Besar Unair Jadi Dokter Forensik 18 Tahun, Tangani Kasus Mutilasi Kenjeran Hingga Brigadir J
Reporter
Tempo.co
Editor
Ninis Chairunnisa
Senin, 25 September 2023 09:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak 1997, Ahmad Yudianto telah menjalani karir sebagai dokter. Perjalanan kariernya berubah setelah Guru Besar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedoktera Universitas Airlangga (Unair) itu memilih untuk melanjutkan pendidikan sebagai forensik.
“Waktu itu saya tidak memiliki rencana untuk sekolah lagi, posisi saat itu belum jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga,” kata Yudi dikutip dari laman Unair, Senin, 25 September 2023.
Yudi memilih spesialisasi forensik dengan alasan masih ingin menjalankan praktik. “Saat itu saya berpikir spesialisasi apa yang praktiknya tidak dibatasi. Akhirnya saya memilih dokter forensik,” kata dia. Yudi resmi melanjutkan pendidikannya pada 2001 dan menjalankan tugas pada 2005.
Perkembangan dokter forensik
Saat Yudi masih menjadi dokter muda, menurut dia, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal hanya berfokus untuk mengidentifikasi jenazah. Namun saat ini ilmu itu mengalami perkembangan. Ia mengatakan bahwa Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal merupakan ilmu yang membantu aparat untuk menegakkan hukum di Indonesia.
“Dulu Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal hanya mengurusi jenazah tapi sekarang tidak. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal mengalami perkembangan yang cepat,” kata Yudi.
Menurut Yudi, seorang dokter forensik tidak hanya mampu mengidentifikasi sosok manusia yang telah kehilangan nyawa, mereka bisa membantu untuk mengungkap peristiwa penganiayaan dan sejenisnya. “Ilmu mulai mengalami perkembangan, jadi dokter forensik tidak hanya mengurusi jenazah yang masuk ke dalam patologi forensik. Sekarang sudah ada juga yang namanya Divisi Odontologi Forensik yang memeriksa DNA,” ujarnya.
Karena itu, Yudi menyebut ilmu ini makin diminati oleh dokter umum untuk program spesialisasinya. “Sekarang sudah banyak PPDS yang mengambil Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Dulu setiap tahun hanya satu orang. Tapi sekarang dalam setahun bisa enam hingga tujuh orang,” kata dia.
Menurut Yudi, tidak ada kriteria khusus bagi seseorang yang ingin melanjutkan karier sebagai dokter forensik. Ia hanya berpesan kepada mereka yang ingin belajar ilmu ini untuk memahami ilmu hukum.
“Bedanya ilmu ini sedikit banyak harus bisa belajar hukum pidana karena akan membantu dalam menjalankan tugas,” kata Yudi.
Selama bertugas di dunia kedokteran forensik hampir 18 tahun, Yudi telah benyak menangani kasus. Ia pun menyebut hampir semuanya memberi pengalaman yang berkesan.
“Menurut saya semua kasus yang saya tangani memberikan pengalaman yang menarik. Senang rasanya apabila saya melakukan sebuah pekerjaan dan bisa membantu penyidik mengungkap tindak pidana,” ujar Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran UNAIR tersebut.
Yudi pernah terlibat sebagai konsultan pada autopsi ulang kasus Brigadir J. Ia juga berperan dalam mengungkap kasus jenazah mutilasi yang ditemukan di Kenjeran, Surabaya beberapa waktu lalu.
Pilihan Editor: Mahasiswa D4 Pengobat Tradisional Unair Gunakan Warisan Leluhur Atasi Stunting di Desa
Catatan: Judul ini mengalami perubahan pada 27 September 2023, sebelumnya tertulis "Kisah Guru Besar Unair Jadi Dokter Forensik 18 Tahun, Terlibat Kasus Mutilasi Kenjeran hingga Brigadir J" diubah menjadi "Kisah Guru Besar Unair Jadi Dokter Forensik 18 Tahun, Tangani Kasus Mutilasi Kenjeran hingga Brigadir J". Terima kasih