TEMPO.CO, Jakarta - Koaksi Indonesia melakukan survei energi baru terbarukan (EBT) yang ditujukan kepada anak muda. Survei diikuti 96.568 responden yang berpartisipasi membahas EBT melalui platform Change.org selama 40 hari.
"Hasilnya adalah responden rata-rata menganggap EBT penting untuk diadakan sebagai bentuk menjaga lingkungan karena dianggap ramah lingkungan, bebas polusi dan tidak merusak alam," ujar Manajer Kampanye Koaksi Indonesia Juris Bramantyo di GoWork, fX Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa, 17 September 2019.
Baca Juga:
Dari total 96.568 responden, tercatat 67,6 persen berusia 17-30 tahun, 50,6 persen berjenis kelamin laki-laki dan 49,4 persen perempuan. Mayoritas responden sebanyak 61,8 persen tinggal di kota besar, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten. Mayoritas lulusan sekolah menengah atas atau kejuruan (46 persen) dan universitas (36,8 persen).
Sebanyak 23,8 persen responden memilih Matahari sebagai sumber energi terbarukan, dan 22,4 persen memilih bioenergi. Matahari dan bioenergi adalah dua jenis sumber energi terbarukan yang paling banyak dipilih dibandingkan energi lain. "Sebesar 44 persen responden menyadari bahwa sektor energi terbarukan di Indonesia belum berkembang optimal," kata Juris.
Survei disebarkan melalui surat elektronik, media sosial dan platform percakapan yang menjangkau pengguna internet di 34 provinsi di Indonesia, yang digelar pada 2 Mei-10 Juni 2019.
Survei juga mengungkapkan bahwa hambatan pengembangan energi terbarukan disebabkan oleh rendahnya pemahaman publik tentang energi terbarukan (19,7 persen), ketergantungan terhadap energi fosil yang masih tinggi (13,9 persen), riset yang bukan menjadi prioritas pemerintah (13 persen), dan informasi terkait energi terbarukan paling banyak didapatkan dari media online (23,5 persen).
"Walaupun informasi yang membahas energi terbarukan minim, tapi responden optimistis bahwa Indonesia mampu dan berpotensi mengembangkan energi terbarukan sesuai dengan kekayaan alam yang dimiliki," tutur Juris.
Responden juga mengetahui sumber daya energi terbarukan, seperti Matahari (25,5 persen), air (20,6 persen) dan bioenergi (19,5 persen). Sementara pemangku kepentingan yang diyakini dapat melakukan perubahan untuk menggunakan energi terbarukan adalah presiden dan kementerian (25,5 persen) dan kepala daerah (15,1 persen).
"Masyarakat umum juga dianggap memiliki peran penting (23,6 persen) dalam mengembangkan energi terbarukan, keinginan beralih ke energi terbarukan sangat besar," kata Juris.
"Bahkan 36,5 persen rela membayar listrik lebih mahal jika menggunakan energi terbarukan. Dan 41,4 persen responden siap melakukan perubahan gaya hidup dengan melakukan aksi hemat energi."
Menurut Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia Nuly Nazlia, anak muda perlu lebih melek isu energi terbarukan agar dapat berperan aktif dan terjun langsung dalam pengembangan energi terbarukan ke depannya. "Dengan diluncurkannya survei ini kepada publik, kami mengajak untuk berkolaborasi menggapai anak muda yang lebih luas dan bersama terlibat dalam upaya penyadaran," ujar Nuly.
Suara dari kelompok masyarakat produktif, kata Nuly, akan mendorong terjadinya perubahan kebijakan memenuhi target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen dari bauran energi nasional pada 2025.
Direktur Jenderal Aneka EBT Kementerian ESDM Harris mengapresiasi hasil survei itu. "Rata-rata persentasenya tinggi anak muda yang ingin lebih bersih dari sisi energinya yang dikaitkan dengan energi terbarukan dan mereka ingin menerapkannya," ujar Harris.
Menurutnya, Indonesia perlu melihat sudah banyak negara yang bergerak lebih dulu dan punya pemanfaatan energi terbarukan lebih baik. "Mereka sampai berani mengatakan bahwa 2040 kita sudah tak lagi menggunakan mobil berbahan bakar fosil. Itu akan menjadi hal yang sangat berpengaruh dalam penggunaan energi," tutur Harris.