Dia juga menyebut bahwa semakin tinggi paparan terhadap ultraviolet, virus akan cepat mati. Indeks UV di Wuhan, disebutkan Sugiyono, sebesar 4, sedangkan di Jakarta 9. Semakin tinggi suhu, semakin rendah pula survival virusnya. Suhu udara rata-rata di Wuhan saat ini adalah 12 derajat, sedangkan Jakarta 27 derajat Celsius.
"Secara teori, memang kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan survival coronavirus di udara adalah rendah," katanya sambil cepat menambahkan, "Tapi banyak karakteristik dari coronavirus dari Wuhan ini yang belum banyak diketahui."
Berbeda dengan dua ahli lainnya, Sugiyono menolak menyimpulkan sedikit penyebaran virus itu di Indonesia sejauh ini karena faktor cuaca. Alasannya, Indonesia juga mengalami musim flu dan musim penyakit lainnya yang disebabkan oleh virus. Selain beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia juga memiliki kasus positif virus corona. "Sekali lagi, ini tidak bisa digeneralkan begitu saja," kata Sugiyono.
Menurutnya, sangat dimungkinkan penularan terjadi di ruangan dengan kelembapan udara dan indeks UV yang 'disenangi' si virus. Faktor lingkungan menjadi tak berpengaruh ketika terjadi melalui kontak langsung (close contact) dengan penderita secara cepat. "Ketika kasus SARS, Singapura yang termasuk negara tropis merupakan top 5 countries dengan penderita terbanyak," katanya menambahkan.
Terpisah, Kepala Lembaga Biologi Mokuler Eijkman Amin Subandrio malah menolak mengaitkan faktor iklim dengan penyebaran wabah 2019-nCoV. Alasannya sama. “Karena tetangga kita (Singapura dan Malaysia) yang memiliki iklim serupa pun terpengaruh (wabah virus corona Wuhan), jadi kami tidak memiliki bukti,” kata dia.