TEMPO.CO, Jakarta - Gempa Ambon 26 September 2019 bermagnitudo 6,5 menimbulkan 3.089 kali gempa susulan hingga Selasa 11 Februari 2020. Lindu itu, menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono, memberi petunjuk keberadaan sesar aktif baru.
Petunjuk itu diperoleh dari hasil pemetaan BMKG terhadap sebaran pusat gempa. “Selain dapat menjawab adanya fenomena banyaknya aktivitas gempa yang terpicu di luar bidang sesar utama, juga memberi petunjuk keberadaan sesar aktif baru,” ujarnya Selasa 11 Februari 2020.
Menurutnya lewat penjelasan tertulis, sebaran aktivitas gempa susulan di Ambon pada kluster utama berpola kelurusan yang hampir berarah selatan-utara. Letak kelurusan itu di antara Ambon dan Haruku. “Itu mencerminkan adanya aktivitas sesar aktif di antara Ambon dan Haruku dengan panjang diperkirakan sekitar 42 kilometer,” ujarnya Selasa 11 Februari 2020.
Aktivitas gempa menurutnya penanda aktif sebuah sesar. Sebaran gempa susulan menunjukkan bidang rekahan batuan (rupture). “Jika sebaran pusat gempa membentuk pola kelurusan, maka ini merupakan salah satu indikasi adanya sesar aktif,” kata dia.
Gempa Ambon pada 26 September 2019 berkedalaman dangkal 10 kilometer dengan pusat gempa berjarak 42 kilometer timur laut dari Kota Ambon. Secara tektonik Pulau Ambon memiliki banyak sesar yang merupakan sumber kejadian gempa bumi.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan Gempa Ambon itu menewaskan 23 orang, 59 rumah rusak berat, 47 rusak sedang, dan 67 rusak ringan. Sebanyak 15 ribu orang juga dilaporkan harus mengungsi.
Untuk mengidentifikasi struktur sesar baru ini perlu penelitian sesar di dasar laut antara Ambon dan Haruku. Identifikasi sesar aktif ini, menurut Daryono, sangat penting untuk menyusun peta sesar aktif baru yang nantinya dijadikan sebagai acuan kajian bahaya dan risiko gempabumi dan tsunami di Ambon dan sekitarnya.
ANWAR SISWADI