TEMPO.CO, Jakarta - Iran melaporkan 43 kasus kematian baru terkait virus corona COVID-19 sepanjang 24 jam terakhir. Sedikitnya, total 237 orang telah meninggal dan 7.161 lainnya telah terinfeksi virus tersebut di seluruh negeri itu per Senin 9 Maret 2020, terhitung sejak pertengahan Februari lalu.
Berjibaku sebagai negara yang tergolong terparah di luar Cina, jumlah korban infeksi virus corona baru di Iran diduga jauh lebih besar daripada yang diumumkan. Pemerintahan Teheran telah menutup banyak sekolah dan bahkan membebaskan 70 ribu tahanan untuk bisa mengendalikan penyebaran virus tersebut.
Tapi tidak ada satupun kawasan yang ditetapkan dikarantina, seperti halnya yang dilakukan di Cina dan Italia. Dampaknya, beberapa kasus positif virus corona terkait Iran juga dilaporkan dari Afganistan, Bahrain, Irak, Kuwait, Libanon, Oman, Pakistan, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Pada Senin, juru bicara Kementerian Kesehatan Kianush Jahanpour mengumumkan untuk dua hari berturut-turut ada lebih dari 40 orang meninggal dalam sehari karena COVID-19. Provinsi Teheran sejauh ini yang paling parah dengan 1.945 kasus, diikuti Qom dengan 712 kasus, Mazandaran 633 kasus, Isfahan 601 kasus, dan Gilan 524 kasus. "Hampir 2.400 orang yang sudah sembuh kembali," kata Jahanpour.
Di Italia, Perdana Menteri Giuseppe Conte mengumumkan perluasan pembatasan pergerakan warganya, dari yang semula hanya untuk wilayah utara menjadi berlaku secara nasional. Conte beralasan ingin melindungi seluruh warganya, terutama mereka yang rentan. Keputusan itu diumumkannya pada Senin malam, hanya beberapa saat setelah penanganan kerusuhan di penjara-penjara.