TEMPO.CO, Jakarta - Seorang bayi lelaki berumur 1,5 bulan di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung telah dinyatakan negatif infeksi virus corona COVID-19. Statusnya berubah dari sebelumnya positif setelah didapat hasil tes swab (apus) kedua, Selasa 24 Maret 2020.
Tak ada keterangan mengenai riwayat bayi tersebut maupun infeksi yang sempat dialaminya itu. Namun sebuah studi yang pernah dilakukan terhadap 44.672 pasien infeksi virus itu di Wuhan, Cina, mendapati kalau jumlah anak-anak tak sampai satu persen, dan nol persen untuk 1.023 kematian yang terjadi.
Akiko Iwasaki di Yale University, Amerika Serikat, mengatakan kalau belum ada yang bisa menjelaskan dengan baik apa yang melindungi anak-anak dari COVID-19. Tapi dia dan para peneliti lain menduganya terkait dengan keunikan sistem imun tubuh anak dalam merespons virus-virus tersebut.
Sedang sistem imun anak-anak masih berkembang, sehingga diduga mereka terlindungi dari tipe respons imun yang berbahaya itu--dikenal dengan istilah badai sitokin. Namun, tetap saja itu belum menjelaskan kenapa sistem imun anak-anak bereaksi berbeda terhadap virus corona dan flu biasa.
Iwasaki menganalisis, ada perbedaan tipe respons sitokin yang dihasilkan terhadap setiap virus yang datang. Diduga, antibodi-antibodi yang sudah ada yang membuat kondisi orang dewasa memburuk, karena antibodi itu tidak pas untuk virus corona yang baru. "Kadang antibodi yang tidak sesuai seperti itu malah merugikan dan membahayakan," kata Wendy Barclay dari Imperial College London.
Tapi, hanya karena anak-anak tidak sakit parah bukan berarti mereka tidak berperan dalam penyebaran wabah COVID-19. Iwasaki mengingatkan, sudah ada beberapa indikasi kalau orang dewasa yang terinfeksi tanpa gejala pun bisa menyebarkan virus yang sama. Itu bisa berlaku pula untuk kasus anak-anak.
NEWSCIENTIST