TEMPO.CO, Jakarta - Replika Tembok Besar Cina yang ada di Taman Ekologi Xixiaguaishiling, Kota Nanchang, Provinsi Jiangxi, membelah netizen di Cina. Tembok raksasa untuk jalan setapak di atas perbukitan itu rampung dibangun sepanjang empat kilometer pada 2018 lalu setelah menghabiskan biaya sebesar 100 juta yuan atau sekitar Rp 216,5 miliar.
Tembok Besar palsu, begitu situs bangunan itu kemudian populer di antara para wisatawan. Konstruksinya memang menyerupai Tembok Besar Cina di Beijing, lengkap dengan menara pengawas. Tapi ternyata tak semua warga di Cina menyukai pembangunan situs itu.
"Membuang-buang uang saja untuk benda tiruan buruk itu. Kita sudah punya Tembok Besar," isi komentar seorang warganet yang menamakan dirinya, Niu, Rabu 9 September 2020.
Beberapa netizen lainnya mengkhawatirkan pembangunan replika tersebut malah merusak lingkungan dan berdampak kepada ekologi yang ada di hutan perbukitan itu. "Ini akan merusak ekologi dan berdampak pada satwa liar di sekitarnya," tulis Chaishenjie.
Sebagian lain memiliki pandangan berbeda. Ini seperti yang disampaikan Xiaolizi, warganet lainnya di media sosial setempat. "Berapa Tembok Besar di pelosok negeri ini yang benar-benar peninggalan purbakala? Apakah kalian tahu sejarah Tembok Besar di Cina yang sebenarnya? Apa yang ada di Nanchang memudahkan masyarakat setempat merasakan pengalaman Tembok Besar tanpa harus meninggalkan kotanya," kata dia.
Wisatawan mengenakan masker saat mengunjungi Tembok Besar Cina di Beijing, 24 Maret 2020. Petugas mewajibkan pengunjung untuk mengenakan masker di area tempat wisata itu. REUTERS/Thomas Peter
Yu, penanggung jawab pemasaran objek wisata Taman Ekologi Xixiaguaishiling mengaku kalau 'pagar' yang populer sebagai Tembok Besar Cina palsu itu dibangun untuk fungsi mencegah kebakaran hutan. Dia menyebut 70 persen kawasan itu berupa hutan.
"Untuk memberi kenyamanan kepada wisatawan, kami putuskan membangun pagar pembatas kebakaran hutan itu menyerupai Tembok Besar," kata Yu dikutip media resmi setempat.
Sejak pembangunannya dimulai 201 lalu Yu membantah kalau pihaknya mempromosikannya sebagai replika Tembok Besar. Nama itu, menurutnya, berasal dari para wisatawan. "Sebagian besar wisatawan tertarik karena mereka sangat menikmatinya tanpa harus ke Beijing," ujar Yu.
Baca juga:
Film Mulan Dilanda Boikot di Media Sosial, Ada Apa?
Tembok Besar Cina di Beijing selalu dipadati pengunjung atau wisatawan. Akibatnya, keluhan rasa kurang nyaman menyusuri peninggalan bersejarah tersebut kerap terdengar.