TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Indonesia (UI) membuka Program Studi Kajian Stratejik dan Global pada Program Doktor (S3) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG UI). Program doktor ini disebut yang pertama dan satu-satunya di Indonesia.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro hadir memberikan pidato kunci dalam peluncuran Program S3 SKSG UI yang dilakukan secara virtual pada Kamis, 10 September 2020. “Pendekatan multidisiplin yang melibatkan berbagai aktor triple helix sangat dibutuhkan dalam pemulihan ekonomi dan masyarakat," kata Bambang.
Dia berharap, program studi doktoral itu mampu mencetak SDM unggul yang mampu berinteraksi dengan kalangan di dunia industri. Terlebih pada masa pandemi Covid-19 yang menuntut less contact economy dan berbagai program percepatan penanganan.
Hyperconnectivity antar manusia yang kini terhambat sebagai bentuk pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, kata Bambang, harus diganti dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Kegiatan riset dan inovasi nasional jugatidak boleh terhenti. "Dukungan triple helix juga sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem inovasi untuk mendorong ide inovatif yang siap dikomersialisasikan," ujar Bambang.
Rektor yang diwakili oleh Sekretaris Universitas Indonesia Agustin Kusumayati mengatakan Program Doktor SKSG UI telah dibuka untuk mahasiswa baru di semester gasal tahun akademik 2020/2021. Dia juga menyampaikan bahwa kajian global menunjukkan kecenderungan pesat di berbagai universitas kelas dunia.
Bidang ini tampak rajin mengangkat serta mengkaji secara mendalam dan intensif masalah-masalah besar di dunia, terutama dalam bidang politik global, gender, agama, ekonomi, bisnis, kejahatan transnasional, lingkungan, diplomasi, dan kebudayaan global. "Bahkan tak jarang terjadi titik singgung yang sulit dihindari. Maka permasalahan tersebutlah yang ditekuni dalam Kajian Stratejik dan Kajian Global," ujar dia.
Terpisah, pada hari yang sama, Universitas Indonesia dan The University of British Columbia (UBC) Kanada menjalin kerja sama di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Tanda tangan dilakukan Wakil Rektor UI Abdul Haris dan Vice-Provost International, University of British Columbia, Murali Chandrashekaran. Hadir pula dalam penandatanganan virtual tersebut diantaranya, Tuti Wahyuningsih Irman, Konsul Jenderal Republik Indonesia di Vancouver.
Tentang kerja sama itu, Rektor UI Ari Kuncoro berharap mampu meningkatkan sinergi antara kedua universitas khususnya dalam menangani pandemi Covid-19. "Semoga kerja sama yang terjalin saat ini dapat menjadi titik awal untuk mengembangkan kemitraan antara UI dan UBC ke depannya," kata dia.
Dalam sambutannya pada seremoni penandatanganan nota kesepahaman bersama, Abdul Haris menambahkan bahwa UI berada di garda terdepan universitas riset Indonesia. Kampus itu , menurutnya, berkomitmen untuk bekerja sama dengan seluruh mitra baik dalam maupun luar negeri untuk menjalankan Tridharma atau tiga pilar perguruan tinggi.
Baca juga:
Mahasiswa Positif Covid-19 Ujian Tesis di Kampus, UPN Yogya: Dosen Tak Tertular
"Khususnya di dalam situasi yang sulit saat ini, bukan hanya krisis kesehatan yang tengah melanda, tetapi juga resesi ekonomi," katanya sambil menambahkan, "Saya percaya sebagai akademisi, kita harus bersinergi dan bahu membahu memerangi pandemi, sebagai sumbangsih kita, tidak hanya bagi bangsa, melainkan juga bagi umat manusia."