TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Wikan Sakarinto, mengatakan konsep ijon siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) selaras dengan kebijakan 'pernikahan massal' dunia pendidikan dan industri. Sistem itu diterapkan dalam kerja sama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Kawasan Industri Kendal (KIK).
Dalam keterangan tertulis yang dibagikannya, Senin 15 September 2020, Wikan mengatakan sistem ijon merupakan perwujudan konsep cerdas dan taktis. Sistem dipujinya merangkum minimal empat strategi dasar 'pernikahan massal' yang diharmonisasikan dengan pemaknaan kearifan lokal yang mudah dipahami dan dicerna oleh seluruh pihak dan pemangku kepentingan.
"Kami menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya bagi seluruh pimpinan pemerintah provinsi yang turut mempercepat implementasi tuntas kebijakan dan gerakan 'pernikahan massal' dunia pendidikan dengan dunia industri serta dunia kerja (IDUKA), yang digalakkan kembali, termasuk oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi," kata dia.
Wikan menambahkan sistem ijon yang didorong agar terwujud di KIK sangat selaras dengan beberapa strategi dasar pernikahan massal yang dilakukan bersama oleh satuan pendidikan vokasi dengan IDUKA. Dia menunjuk sinkronisasi kurikulum, menghadirkan guru atau tamu dari kalangan industri minimal 50 jam per prodi dalam setiap semesternya, program magang atau prakerin minimal satu semester di IDUKA, serta uji kompetensi atau sertifikasi kompetensi bagi seluruh lulusan vokasi dan bagi guru dan dosen vokasi.
Baca juga:
Profesor UPI Usul ke Nadiem Hapus SMK, Kenapa?
Wikan berharap sinergi semua pemangku kepentingan akan mempercepat dampak positif dan signifikan sehingga dapat melahirkan lulusan vokasi yang kompeten dan unggul. "Lulusan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan IDUKA, yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa," katanya.