TEMPO.CO, Jakarta - Para siswa diminta tidak menjadikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai pilihan kedua. Setiap peserta didik baru yang memilih SMK harus memiliki visi dan mengejar kompetensi, bukan sekadar mencari ijazah untuk bisa bekerja.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto menyampaikan itu dalam telekonferensi di Jakarta, Minggu, 21 Juni 2020. Menurutnya, agar ouput SMK baik maka inputnya pun harus baik.
"Siswa baru SMK harus memiliki passion dengan pendidikan vokasi, masuk SMK jangan dijadikan pilihan kedua," ujar Wikan.
Dia menerangkan, memburu kompetensi berbeda dengan sekadar mencari ijazah. Kalau ijazah hanya menunjukkan siswa sudah belajar apa, kompetensi dan ijazah disebutnya berarti siswa sudah bisa apa atau kemampuan apa yang dimiliki oleh siswa SMK.
Sebelumnya, untuk mendukung pencapaian kompetensi itu, Kemendikbud mencanangkan "pernikahan massal" antara pendidikan vokasi dan industri. "Pernikahan massal" merupakan penguatan dari "link and match" pendidikan vokasi dan industri.
Kerja sama yang dilakukan dijanjikan tidak hanya sekedar penandatanganan di atas kertas atau nota kesepahaman (MoU), melainkan intensif dan erat. Mulai dari pembuatan kurikulum yang dirancang bersama, tenaga pengajar dari industri, program magang yang dirancang sejak awal, komitmen bersama, hingga pelatihan dan peningkatan kompetensi guru menjadi sesuatu yang wajib.
"Intinya adalah alasan lulusan SMK atau vokasi itu harus kompeten. Kompetensi itu, aku bisa apa dan aku mampu apa. Bukan hanya ijazah saja, tapi juga harus memiliki kompetensi," kata Wikan menuturkan.
Jika menganalogikan proses pendidikan vokasi, lanjut dia, maka tujuannya menghasilkan output atau lulusan yang memiliki kompetensi. Sehingga outcome atau hasil akhirnya membuat kepuasan dunia industri dengan kompetensi lulusan SMK.
Untuk SMK, Kemendikbud juga akan membuat inovasi dengan membuat program SMK fast track yang lama belajarnya empat dan 4,5 tahun. Program itu merupakan kolaborasi SMK, perguruan tinggi, dan dunia industri.
Untuk program 4,5 tahun misalnya setara dengan diploma dua, yang mana lama belajarnya sembilan semester yang terdiri dari semester satu hingga lima di SMK, semester enam itu praktik kerja industri. Kemudian semester selanjutnya di perguruan tinggi, dan semester delapan dan sembilan magang di industri baik di dalam maupun luar negeri.