TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Amerika Serikat untuk Inggris secara resmi meluncurkan kapal bernama Mayflower yang dibekali dengan teknologi kecerdasan buatan (AI). Peluncuran kapal penelitian laut itu menandai 400 tahun setelah kapal kayu dengan nama yang sama berlayar dari pelabuhan Inggris dan mendarat di Plymouth, Massachusetts, Amerika.
Fox News, Kamis, 17 September 2020 melaporkan, kapal terbaru ini berbeda dengan kapal dagang yang membawa pemukim Eropa melintasi Atlantik pada 1620. Yang menarik adalah Mayflower dimiliki Duta Besar Robert Wood Johnson itu tidak memiliki awak dan dikemudikan oleh kecerdasan buatan.
Kapal dengan tiga lambung yang saling terhubung (trimaran) itu memiliki tinggi 50 kaki (15 meter). Dikembangkan bersama oleh organisasi penelitian kelautan yang berbasis di Inggris ProMare dan raksasa teknologi Amerika IBM, Mayflower akan menjalani uji coba laut, serta perjalanan singkat selama enam bulan sebelum berangkat dalam misi pelayaran utamanya.
Kapal berteknologi tinggi ini dibuat untuk menjadi yang pertama dalam generasi baru kapal berawak artifisial yang bisa menjelajahi bagian lautan sangat berbahaya atau sulit dijangkau manusia. Kapal ini bisa digunakan para ilmuwan untuk membantu lebih memahami perubahan iklim, polusi mikro-plastik dan konservasi mamalia laut.
Dalam upacara peluncuran yang dihadiri oleh Duta Besar Belanda Karel van Oosterom dan Laksamana Angkatan Laut Kerajaan Tony Radakin, Johnson, mengatakan bahwa usaha tersebut menunjukkan semangat kepeloporan Mayflower benar-benar hidup. “Kami memulai perjalanan dengan semangat petualangan, determinasi dan visi yang sama untuk masa depan," kata Johnson dikutip Washington Post.
Mayflower baru akan menempuh rute yang mirip dengan pendahulunya dari Plymouth, Inggris, ke Plymouth, Massachusetts. Namun, pandemi virus corona telah menunda perjalanan sampai musim semi 2021
Andy Stanford-Clark, chief technology officer untuk IBM Inggris dan Irlandia, mengatakan peluncuran Mayflower adalah tahap yang sangat menarik dari perjalanan menuju pengiriman otonom. Ini membuka jalan bagi kapal kargo yang digerakkan oleh AI, taksi air, dan kapal penelitian, serta kapal perang.
Dalam perjalanannya, kapten AI-nya harus membuat keputusan yang rumit sebagai tanggapan atas angin, ombak, kapal, dan kejutan yang tidak diketahui. "Kami yakin kami akan berhasil. Pada akhirnya, laut akan memutuskan," kata Stanford-Clark.
FOX NEWS | WASHINGTON POST