TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Brasil mengatakan vaksin Covid-19 yang dikembangkannya bersama Sinovac Biotech Ltd dari Cina memberi tingkat efikasi 50,38 persen dalam mencegah kasus positif Covid-19. Vaksin Sinovac itu masih di ambang batas yang dipersyaratkan regulator global untuk bisa disetujui digunakan secara darurat di negara itu--namun jauh di bawah yang diumumkan pekan lalu yang sebesar 78 persen.
Dalam sebuah konferensi pers Selasa, 12 Januari 2021, pejabat pemerintahan Sao Paulo dan tim peneliti dari Institut Butantan menerangkan kalau mereka membagi seluruhnya enam kasus positif Covid-19 yang muncul selama uji klinis. Keenamnya adalah asimptomatik (OTG), sangat ringan, ringan, sedang (2 level), dan parah. Dua kasus yang pertama dianggap tak perlu perawatan di rumah sakit.
Baca juga:
Efikasi Vaksin Sinovac di Indonesia 65 Persen, Epidemiolog Beberkan konsekuensinya
Angka efikasi 78 persen dikalkulasi dengan hanya memperhitungkan kasus Covid-19 ringan, sedang dan parah. Ketika kasus infeksi sangat ringan dan OTG yang muncul di antara 13 ribu peserta uji klinisnya itu ikut diperhitungkan, tingkat efikasi drop menjadi 50,4 persen. Mereka terdiri dari 167 kasus Covid-19 di antara penerima suntikan plasebo dan 85 yang menerima suntikan vaksin.
Beberapa ilmuwan dan pengamat kebijakan di Brasil mengecam Butantan yang dianggap merilis datanya sepotong-sepotong sehingga membangkitkan rasa tidak percaya. Padahal situasi di negara itu telah sebelumnya diperparah dengan skeptisisme Presiden Jair Bolsonaro hanya karena asal negara yang mengembangkan vaksin Sinovac.
"Kita butuh komunikator yang lebih baik," kata Gonzalo Vecina Neto, professor kesehatan masyarakat di University of Sao Paulo, juga eks Direktur Anvisa--BPOM di Brasil. Menurutnya, data CoronaVac, vaksin Sinovac, yang mengecewakan adalah pukulan terkini untuk upaya vaksinasi di Brasil, negara yang telah melaporkan 200 ribu angka kematian sepanjang pandemi Covid-19 atau terbesar di luar Amerika Serikat.
Ricardo Palacios, Direktur Butantan, tetap menyatakan vaksin itu mampu menurunkan intensitas wabah Covid-19. Menurutnya, relatif rendahnya efikasi karena uji klinis dilakukan di antara tenaga kesehatan sebagai kelompok yang paling berisiko tertular virus itu.
Alasan lainnya adalah dua dosis suntikan vaksin yang diberikan dalam interval yang berdekatan. Dan bahwa kasus yang sangat ringan termasuk pencapaian dari vaksin tersebut. "Ketika Anda memperpedek jarak antar dosis, Anda menurunkan respons imun tubuh," kata Palacios.
Regulator kesehatan di Brazil dan WHO mensyaratkan sebuah vaksin Covid-19 yang dikembangkan secara cepat bisa digunakan dalam kerangka penggunaan darurat dengan minimal efikasi 50 persen. Tingkatan efikasi ini perlu diketahui untuk menetapkan berapa banyak populasi yang harus divaksinasi untuk menghentikan penyebaran virus.
"Kita memiliki vaksin yang baik. Ini bukan yang terbaik di dunia, bukan yang ideal, tapi ini vaksin yang baik," kata Natalia Pasternak, pakar mikrobiologi dan direktur di Instituto Questao de Ciencia.
Efek samping paling banyak dilaporkan, menurut Butantan, adalah pegal, sakit kepala dan kelelahan. Tidak ada reaksi lain yang dianggap serius. Sebanyak tujuh orang dari kelompok penerima plasebo harus dirawat di rumah sakit. Sedang suntikan vaksin disebut terbukti 100 persen mencegah kasus infeksi parah meski angkanya disadari tak signifikan.
Pemerintahan Sao Paulo yang berencana memulai vaksinasi terhadap 46 juta warganya pada 2 Januari mendatang telah menstok sekitar 11 juta dosis vaksin Sinovac itu. Kementerian Kesehatan telah meneken kesepakatan pembelian 100 juta dosis dari Butantan, selain yang sudah lebih dulu disepakati dengan AstraZeneca.
Baca juga:
Presidennya Skeptis, Jumlah Warga Tolak Vaksin Covid-19 Bertambah di Brasil
Hingga kini, mereka masih menunggu regulator kesehatan di Brasil meninjau hasil efikasi itu untuk izin penggunaan darurat.
BLOOMBERG | ASIA NIKKEI | REUTERS