Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Studi Ungkap Virus Corona Kuno Melanda Asia Timur 25 Ribu Tahun Lalu

image-gnews
Ilustrasi virus Corona atau Covid-19. Shutterstock
Ilustrasi virus Corona atau Covid-19. Shutterstock
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi Covid-19, yang kini telah menewaskan lebih dari 3 juta jiwa, telah mengungkapkan bertapa rentannya manusia terhadap virus baru. Namun, meski ancaman ini tampak baru, manusia telah memerangi virus berbahaya sejak bertahun-tahun lamanya. 

Sebuah studi menjelaskan, virus corona kuno mungkin telah menginfeksi nenek moyang manusia yang hidup di zaman modern Asia Timur mulai 25 ribu tahun yang lalu dan selama ribuan tahun setelahnya. Studi dilakukan oleh peneliti University of Arizona, Amerika Serikat.

Penulis studi, asisten profesor ekologi dan evolusi dari University of Arizona David Enard menerangkan selalu ada virus yang menginfeksi populasi manusia.” Virus benar-benar salah satu pendorong utama seleksi alam dalam genom manusia,” ujar dia seperti dikutip Live Science, 24 April 2021.

Hal itu, menurut Enard, terjadi karena gen yang meningkatkan peluang manusia untuk bertahan hidup dari patogen lebih mungkin diwariskan ke generasi baru.

Dengan menggunakan alat zaman modern, para peneliti bisa mendeteksi sidik jari patogen purba—menunjukkan dengan tepat bagaimana mereka mendorong seleksi alam—dalam DNA orang yang hidup saat ini. Informasi ini, pada gilirannya, dapat memberikan wawasan berharga untuk membantu memprediksi pandemi di masa depan.

"Hampir selalu benar bahwa hal-hal yang sering terjadi di masa lalu lebih mungkin terjadi lagi di masa mendatang,” kata Enard.

Menggunakan informasi yang tersedia di database publik, Enard dan timnya menganalisis genom 2.504 orang di 26 populasi manusia yang berbeda di seluruh dunia. Temuan, yang belum ditinjau sejawat itu, telah diunggah 13 Januari lalu ke database pracetak bioRxiv, dan studi sedang dalam proses ditinjau untuk publikasi dalam jurnal ilmiah. 

Ketika virus corona menyelinap ke dalam sel manusia, mereka membajak mesin sel untuk bereplikasi. Artinya, keberhasilan virus bergantung pada interaksinya dengan ratusan protein manusia yang berbeda.

Para peneliti memperbesar sekumpulan 420 protein manusia yang diketahui berinteraksi dengan virus corona, 332 di antaranya berinteraksi dengan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19. Sebagian besar protein ini membantu virus untuk mereplikasi di dalam sel, tapi beberapa membantu sel melawan virus. 

Gen yang mengkode protein tersebut bermutasi secara terus-menerus dan acak, tapi jika mutasi memberikan keuntungan pada gen—seperti kemampuan yang lebih baik untuk melawan virus—ia akan memiliki peluang yang lebih baik untuk diturunkan ke generasi berikutnya, atau dipilih.

Para peneliti menemukan bahwa pada orang keturunan Asia Timur, gen tertentu yang diketahui berinteraksi dengan virus corona telah dipilih. Artinya, seiring waktu, varian tertentu muncul lebih sering daripada yang diharapkan secara kebetulan.

“Serangkaian mutasi ini kemungkinan besar membantu nenek moyang populasi ini menjadi lebih kebal terhadap virus purba dengan mengubah seberapa banyak protein ini dibuat oleh sel,” tulis penelitian.

Para peneliti juga menemukan bahwa varian gen yang mengkode 42 dari 420 protein yang mereka analisis mulai meningkat frekuensinya sekitar 25 ribu tahun yang lalu. Penyebaran varian yang menguntungkan berlanjut hingga sekitar 5 ribu tahun yang lalu, menunjukkan bahwa virus purba terus mengancam populasi ini untuk waktu yang lama.

Profesor dari Departemen Kedokteran University of California, San Diego, Joel Wertheim menjelaskan, virus menggunakan beberapa tekanan selektif terkuat pada manusia untuk beradaptasi. “Dan virus corona mungkin telah ada sejak lama sebelum manusia ada," tutur dia yang tidak terlibat dalam penelitian Enard.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi, Wertheim menambahkan, meskipun tidak terduga bahwa virus corona akan mendorong adaptasi pada manusia, studi ini menyajikan penyelidikan yang menarik tentang bagaimana dan kapan hal ini terjadi. Namun, tetap saja, sangat sulit untuk mengatakan apakah virus yang menyebabkan evolusi ini juga merupakan virus corona.

“Tetapi tampaknya teori yang bekerja masuk akal," kata Wertheim.

Enard setuju bahwa patogen kuno yang menjangkiti nenek moyang manusia mungkin bukan virus corona. Sebaliknya, itu mungkin jenis virus lain yang kebetulan berinteraksi dengan sel manusia dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh virus corona.  

Kelompok peneliti lain baru-baru ini menemukan bahwa sarbecovirus, keluarga virus corona yang mencakup SARS-CoV-2, pertama kali berevolusi 23,5 ribu tahun lalu, sekitar waktu yang sama dengan varian gen yang mengkode protein terkait virus corona pertama kali muncul pada manusia. Temuan sarbecovirus juga diposting sebagai pracetak di bioRxiv, pada 9 Februari 2021, dan belum ditinjau sejawat. 

Menurut Enard, studi kedua itu memberikan konfirmasi yang "rapi" untuk keseluruhan cerita mengenai virus corona. Meskipun temuan ini menarik, mereka tidak mengubah pemahaman tentang populasi mana yang lebih baik dalam bertahan dari infeksi SARS-CoV-2.

“Tidak ada bukti bahwa adaptasi gen purba ini membantu melindungi orang modern dari SARS-CoV-2. Nyatanya, hampir tidak mungkin membuat klaim seperti ini," kata Enard.  

Sebaliknya, faktor sosial dan ekonomi, seperti akses ke perawatan kesehatan, kemungkinan memainkan peran yang jauh lebih besar daripada gen yang terkena Covid-19.

Enard dan timnya sekarang berharap dapat bekerja sama dengan ahli virus untuk memahami bagaimana adaptasi ini membantu manusia purba bertahan dari paparan virus corona purba ini. Tim juga berharap bahwa pada akhirnya studi genom kuno itu dapat digunakan sebagai “sistem peringatan dini" untuk pandemi di masa depan.

Misalnya, peneliti pertama-tama dapat mensurvei virus di alam liar yang belum menginfeksi populasi manusia dan kemudian mencari sidik jarinya di DNA manusia. “Jika mereka menemukan bahwa virus telah menyebabkan banyak epidemi kuno, itu bisa menjadi alasan yang baik untuk terus mengawasinya,” tutur Enard. 

Meskipun melihat sekilas dampak virus kuno ini pada nenek moyang manusia, generasi mendatang kemungkinan besar tidak akan dapat melihat jejak SARS-CoV-2 di genom manusia sekarang. “Berkat vaksinasi, virus tidak akan punya waktu untuk mendorong adaptasi evolusioner,” ujar Enard.

LIVE SCIENCE | BIORXIV

Baca:
Bukan Ditembak atau Ditabrak, Ini Sebab Kapal Selam Argentina Tenggelam

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

11 jam lalu

Dwina Septiani Wijaya. Dok. Peruri
Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.


IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

14 jam lalu

Pengunjung melihat layar pergerakan Index Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa 16 April 2024. Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG ambruk 2,15% ke posisi 7.130,27. Selang 12 menit setelah dibuka, IHSG berhasil memangkas koreksinya sedikit menjadi anjlok 2,06% menjadi 7.136,796. TEMPO/Tony Hartawan
IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.


Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

2 hari lalu

Ilustrasi belanja. Shutterstock
Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

Riset menyatakan bahwa preferensi konsumen belanja offline setelah masa pandemi mengalami kenaikan hingga lebih dari 2 kali lipat.


Atasi Kekurangan Zinc pada Anak, Periset BRIN Teliti Suplemen Zinc dari Peptida Teripang

2 hari lalu

Teripang. klikdokter
Atasi Kekurangan Zinc pada Anak, Periset BRIN Teliti Suplemen Zinc dari Peptida Teripang

Saat ini suplemen zinc yang tersedia di pasaran masih perlu pengembangan lanjutan.


BRIN Tawarkan Model Agrosilvofishery untuk Restorasi Ekosistem Gambut Berbasis Masyarakat

3 hari lalu

Suasana hutan dan lahan gambut yang telah habis terbakar di Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Senin, 11 September 2023. Berdasarkan data BMKG pada 10 September 2023, dari hasil deteksi titik panas dengan menggunakan sensor VIIRS dan MODIS pada satelit polar (NOAA20, S-NPP, TERRA dan AQUA) yang memberikan gambaran lokasi wilayah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan, terdapat 554 titik panas di Kalimantan Barat. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang
BRIN Tawarkan Model Agrosilvofishery untuk Restorasi Ekosistem Gambut Berbasis Masyarakat

Implimentasi model agrosilvofishery pada ekosistem gambut perlu dilakukan secara selektif.


Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

4 hari lalu

Gambar mikroskop elektron pemindaian ini menunjukkan SARS-CoV-2 (obyek bulat biru), juga dikenal sebagai novel coronavirus, virus yang menyebabkan Covid-19, muncul dari permukaan sel yang dikultur di laboratorium yang diisolasi dari pasien di AS. [NIAID-RML / Handout melalui REUTERS]
Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.


Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

7 hari lalu

Guru Besar Pulmonologi di FKUI Tjandra Yoga Aditama, yang juga Eks Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara. dok pribadi
Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa


Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

7 hari lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.


KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

7 hari lalu

Bupati Muna (nonaktif), Muhammad Rusman Emba, menjalani pemeriksaan lanjutan, di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 19 Januari 2024. Muhammad Rusman, diperiksa sebagai tersangka dalam pengembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional daerah Kabupaten Muna Tahun 2021 - 2022 di Kementerian Dalam Negeri. TEMPO/Imam Sukamto
KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

"Terbukti secara sah dan meyakinkan," kata jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat membacakan surat tuntutan pada Kamis, 18 April 2024.


Kilas Balik 69 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Dampaknya bagi Dunia

7 hari lalu

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (ketujuh kanan), Ketua MPR Bambang Soesatyo (delapan kanan) dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (keenam kanan) dan puluhan delegasi pimpinan MPR negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) foto bersama seusai pembukaan Konferensi Internasional secara resmi di Gedung Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, Selasa 25 Oktober 2022. Konferensi Pimpinan MPR Negara-negara OKI tersebut merupakan pertemuan Internasional untuk membahas forum MPR dalam mewujudkan perdamaian dunia dan penguatan parlemen dari negara-negara Islam. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Kilas Balik 69 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Dampaknya bagi Dunia

Hari ini, 69 tahun silam atau tepatnya 18 April 1955, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat.