TEMPO.CO, Yogyakarta - Pengembang alat deteksi Covid-19 GeNose dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengatakan bahwa perangkat berbasis embusan napas itu masih berada di tengah masyarakat. Meski telah ditarik dari sektor transportasi, alat masih dipakai di sejumlah sektor lain.
"Tidak digunakan lagi di sektor transportasi bukan berarti GeNose tak menjadi alat skrining Covid-19 alternatif di sektor lain," kata anggota tim peneliti dan pengembang GeNose, Dian Kesumapramudya Nurputra, Senin 12 Juli 2021.
Dian mengatakan GeNose masih dioperasikan untuk mendeteksi kemungkinan penularan Covid-19 di sektor kesehatan dan korporasi. Termasuk di rumah sakit-rumah sakit.
"Saat ini kami masih terus mengevaluasi data hasil tes yang masuk melalui alat, juga kualitas pelayanannya. Proses validasi eksternal oleh Universitas Airlangga dan Universitas Indonesia juga masih jalan,” kata Dian menuturkan.
GeNose dipasarkan pada Februari 2021 setelah lolos uji konsep dan uji klinis dengan akurasi di atas 100 persen dibandingkan golden standard tes PCR. Namun, uji validasi eksternal baru mulai dijalani.
Uji itu bersamaan dengan mulai meledaknya jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia selepas libur Lebaran. Efektivitas alat mendapat sorotan karena GeNose yang disebar di berbagai titik di jalur transportasi pada masa itu dianggap tak mampu mendeteksi potensi ledakan kasus penularan.
Dian mengakui, mengembangkan dan menerapkan teknologi inovatif seperti GeNose memang penuh dengan tantangan. Metode breath analyzer atau breathalyzer di Indonesia untuk pemeriksaan penyakit disebutnya belum terlalu populer.
Menurutnya, negara-negara seperti Amerika Serikat, Israel, Singapura, Belanda dan Perancis saat ini juga tengah mengembangkan alat serupa GeNose. “Tetapi desain ke enam negara itu itu berbeda-beda," kata dia.
Desain lain adalah napas orang yang diperiksa diembuskan langsung ke alat, sedang GeNose tidak. Metode semburan langsung itu, dianggap tim GeNose, memiliki kekurangan dan kelebihan dari sisi medis. "Itulah kenapa GeNose tidak menyembur ke mesin, melainkan melalui kantong,” kata Dian.
Adapun teknik pemeriksaan penyakit melalui semburan napas telah berkembang sejak 2008 di banyak negara. Umumnya untuk memeriksa hasil metabolisme kanker paru, nasofaring, dan infeksi tukak lambung.
Menurut Dian, suatu virus penyakit bisa diperiksa dengan melihat tiga hal yaitu dengan mengecek keberadaan virus secara langsung, reaksi tubuh terhadap virus, dan produk metabolisme dari virus tersebut. Metode pertama diterapkan oleh tes PCR, kedua oleh antigen dan antibodi sedangkan GeNose menerapkan pendekatan metode ketiga.
"Metabolisme virus dideteksi GeNose dalam bentuk Volatile Organic Compound atau VOC," kata dia.
Layar pemeriksaan Covid-19 dengan metode GeNose C19 di Terminal Domestik Bandara I Gusti Ngurah Rai, Kuta, Bali, Kamis, 8 April 2021. Johannes P. Christo
Hasil pengujian GeNose terbagi ke dalam empat jenis yaitu positif lemah, positif kuat, negatif lemah serta negatif kuat. Hasil tersebut berkaitan dengan kemungkinan kapan pasien uji terpapar atau terinfeksi virus corona Covid-19. Jika pengguna bergejala dan sudah beberapa hari terinfeksi, GeNose akan membaca VOC dari sampel napas pengguna tersebut sebagai positif kuat.
“Semua alat tes itu pasti ada negatif dan positif palsunya, maka penting untuk menilai hasil tes sesuai dengan kapasitas alat tes itu dan ada atau tidaknya gejala di pasien,” kata Dian.
Jika pasien uji mendapati hasil tes GeNose sebagai positif, pasien perlu mengulang tes tersebut di hari berikutnya dengan GeNose pula untuk memastikan. Jika masih juga positif, pasien dapat langsung jalani tes PCR.
Baca juga:
Hindari Positif Palsu, Penemu Ingatkan SOP Penggunaan GeNose