Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kebanyakan Teknologi Tangkap Karbon Malah Tambah Emisi ke Udara

Efek Rumah Kaca diyakini oleh para ahli sebagai salah satu sebab berakhirnya kehidupan di Bumi. Efek Rumah Kaca disebabkan naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2), nitrogen monoksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), klorofluorokarbon (CFC), dan gas-gas lainnya di atmosfer. Sejak Revolusi Industri, manusia telah disalahkan sebagai penyebab terganggunya keseimbangan atmosfer sehingga terjadi perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi, suhu air laut dan permukaan bumi naik. Para ilmuwan memperingatkan bahwa efek rumah kaca akan menyebabkan suhu melambung beberapa ratus derajat Celsius, membuat laut mendidih dan kehidupan di Bumi akan berakhir. rightnow.org.au
Efek Rumah Kaca diyakini oleh para ahli sebagai salah satu sebab berakhirnya kehidupan di Bumi. Efek Rumah Kaca disebabkan naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2), nitrogen monoksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), klorofluorokarbon (CFC), dan gas-gas lainnya di atmosfer. Sejak Revolusi Industri, manusia telah disalahkan sebagai penyebab terganggunya keseimbangan atmosfer sehingga terjadi perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi, suhu air laut dan permukaan bumi naik. Para ilmuwan memperingatkan bahwa efek rumah kaca akan menyebabkan suhu melambung beberapa ratus derajat Celsius, membuat laut mendidih dan kehidupan di Bumi akan berakhir. rightnow.org.au
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Kebanyakan teknologi tangkap karbon dan utilisasi, yang berusaha menyerap karbon dioksida dari udara lalu menggunakannya untuk proses-proses industri yang rendah emisi, ternyata pada akhirnya mengemisikan lebih banyak karbon daripada yang mereka tangkap. Temuan ini menduga kalau proyek-proyek teknologi itu, yang telah mengundang investasi miliaran dolar, tidak akan berperan banyak untuk bisa mencapai target emisi sesuai Perjanjian Paris yang ingin menahan kenaikan suhu pemanasan global tak lebih dari 1,5 derajat Celsius dibandingkan masa pra-industri.

Teknologi carbon capture and utilisation (CCU) menangkap karbon dioksida dari atmosfer, secara langsung dari udara atau menyerapnya dari sumber-sumber polusi, lalu mengalihkannya untuk digunakan dalam proses seperti pembuatan bahan bakar, plastik dan beton. Tidak seperti teknologi yang sebatas menangkap karbon (straightforward), teknologi CCU tidak menyimpan CO2 lama-lama. Teknologi CCU menggunakan energi untuk mengubah CO2 itu menjadi bahan bakar, atau menggunakan C02 itu sendiri untuk mendorong proses-proses industri seperti ekstraksi minyak atau pertanian.

Kiane de Kleijne dari Radboud University, Belanda, dan koleganya mengkaji siklus kerja lebih dari 40 teknologi CCU terhadap tiga kriteria: dapatkah mereka menyimpan CO2 permanen; apakah CO2 yang mereka kumpulkan berasal dari atmosfer atau sumber-sumber alami; dan apakah proses yang mereka kerjakan bersifat emisi nol.

Kleijne dan timnya menemukan kalau mayoritas teknologi CCU tersebut gagal memenuhi kriteria tersebut, dengan 32 dari 40 di antaranya mengemisikan lebih banyak karbon daripada yang ditangkap. Hanya empat metode yang kelihatannya siap digunakan, itupun mereka masih menghasilkan sejumlah kecil karbon secara netto. Ini termasuk teknologi yang memanfaatkan CO2 dalam produksi beton dan untuk ekstraksi minyak. Kleijne dkk melaporkan temuannya itu dalam Jurnal One Earth yang terbit 18 Februari 2022.

"Jika Anda terjebak dengan sebuah teknologi yang tidak memiliki potensi untuk benar-benar mereduksi emisi secara drastis, maka itu bisa jadi sebuah situasi yang tidak diinginkan," kata de Kleijne.

Selain malah lebih banyak mengeluarkan karbon, banyak teknologi itu sepertinya juga belum siap untuk dikerahkan pada skala besar, sehingga mereka mungkin tidak membantu dalam usaha pencapaian target pengurangan emisi 2030 menurut Perjanjian Paris. "Tenggat 2030 itu sudah dekat, dan banyak dari teknologi ini masih dalam pengembangan," katanya lagi sambil berharap hasil risetnya itu akan menolong para pembuat kebijakan dan investor memutuskan teknologi mana yang lebih berharga dikembangkan.

Menanggapinya, Guloren Turan dari Global CCS Institute, sebuah lembaga pemikir internasional yang mempromosikan penggunaan teknologi carbon capture, mengatakan bahwa teknologi CCU tidaklah seragam satu sama lain. "Ada sejumlah persepsi positif dari CCU, tapi poinnya adalah tidak semua teknologi CCU sama," katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Stuart Haszeldine dari University of Edinburgh, Inggris, juga mengatakan kalau teknologi tangkap karbon dan utilisasi tak bisa menghindar dari kebutuhan menggunakan lebih banyak karbon. Menurut dia, lebih masuk akal jika karbonnya sebatas disimpan selama ribuan tahun. "Ini mungkin akan lebih baik, dalam hal mengambil CO2 dari iklim dunia, untuk hanya fokus pada yang pasti aman yakni penangkapan, memindahkan dan menyimpannya," kata dia.

NEW SCIENTIST, CELL

Baca juga:
BMKG: Hujan Es di Surabaya dari Awan Menjulang 9 Kilometer

 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.




Video Pilihan


Studi Baru Peringatkan Potensi Tsunami Raksasa dari Antartika Terulang Lagi

1 hari lalu

Zona Perlindungan Laut di Antartika
Studi Baru Peringatkan Potensi Tsunami Raksasa dari Antartika Terulang Lagi

Tsunami raksasa dari Antartika di masa lalu bisa terjadi sampai ke kawasan Asia Tenggara. Bagaimana potensinya di masa kini?


Demi Kurangi Emisi Karbon, Prancis Larang Penerbangan Domestik Jarak Pendek

5 hari lalu

Ilustrasi pesawat parkir di bandara. REUTERS
Demi Kurangi Emisi Karbon, Prancis Larang Penerbangan Domestik Jarak Pendek

Penerbangan domestik jarak pendek di Prancis sudah dilarang sejak 23 Mei lalu.


WMO: Siap-siap, Suhu Global Diprediksi Akan Meningkat dalam 5 Tahun Ke Depan

10 hari lalu

Warga berjalan sambil membawa payung saat hujan di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin, 1 November 2021. BMKG mengingatkan adanya potensi bencana hidrometeorologi yang berupa banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, dan puting beliung. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
WMO: Siap-siap, Suhu Global Diprediksi Akan Meningkat dalam 5 Tahun Ke Depan

Organisasi Meteorologi Dunia atau WMO prediksi kenaikan suhu global diperkirakan akan menyentuh rekor barunya dalam 5 tahun ke depan.


Perubahan Iklim, Volume Air di Separuh Danau Besar Dunia Menyusut 22 Gigaton

11 hari lalu

Pemandangan Danau Elizabeth, yang telah mengering selama beberapa tahun, karena wilayah tersebut mengalami kondisi panas dan kekeringan yang ekstrem, di Danau Elizabeth, sebuah komunitas lepas di Los Angeles County, California, AS, 18 Juni 2021. REUTERS/Aude Guerrucci //File Foto/File Foto
Perubahan Iklim, Volume Air di Separuh Danau Besar Dunia Menyusut 22 Gigaton

Volume air di lebih dari separuh danau dan waduk besar di dunia telah menyusut sejak awal 1990-an, terutama karena perubahan iklim


Kadar Chlorofluorocarbon (CFC) Meningkat Lagi di Atmosfer, Sudah Dilarang Sejak 2010

49 hari lalu

Ilustrasi lapisan ozon (net)
Kadar Chlorofluorocarbon (CFC) Meningkat Lagi di Atmosfer, Sudah Dilarang Sejak 2010

Konsentrasi beberapa senyawa chlorofluorocarbon (CFC) di atmosfer diketahui sedang meningkat dengan cepat. Perusak lapisan ozon


Pemanasan Global Sudah 1,1 Derajat, Peran Filantropis dan Yayasan Digugah

55 hari lalu

Sejumlah pelajar mengamati replika kondisi bumi akibat pemanasan global dalam Green Festival di Jakarta, (5/12). Kampanye lingkungan hidup ini akan berlangsung hingga hari Minggu besok. ANTARA/Puspa Perwitasari
Pemanasan Global Sudah 1,1 Derajat, Peran Filantropis dan Yayasan Digugah

Filantropis memainkan peran penting dalam respons dunia terhadap dampak pemanasan global dan perubahan iklim.


Stafsus Menteri PUPR: Indonesia Masih Gunakan Bahan Konstruksi Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca

15 Maret 2023

Ilustrasi emisi karbon. Pixabay
Stafsus Menteri PUPR: Indonesia Masih Gunakan Bahan Konstruksi Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca

Staf Khusus Menteri PUPR Firdaus Ali mengungkap Indonesia masih menggunakan bahan konstruksi penghasil emisi gas rumah kaca.


Studi Dampak Iklim: Provinsi di Jawa dan Kalimantan Termasuk Berisiko Hancur 2050

21 Februari 2023

Foto udara area permukiman warga yang terendam banjir di Jalan Anoi, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis 17 November 2022. Banjir di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, merendam 6.911 rumah hingga membuat 8.033 kepala keluarga yang terdiri dari 29.695 warga terdampak. Sebanyak 17 dari total 30 kelurahan terendam banjir. ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Studi Dampak Iklim: Provinsi di Jawa dan Kalimantan Termasuk Berisiko Hancur 2050

Model menganalisis risiko kehancuran karena iklim tersebut berdasarkan agregat maupun proporsi luas wilayah yang terdampak.


Head Unit Ini Diklaim Bisa Bikin Pengemudi Mobil Tidak Mengantuk

18 Februari 2023

Asuka Car TV merilis head unit mobil seri CK-3 yang mampu membantu pengemudi mobil tidak mudah mengantuk di arena IIMS 2023, JIExpo Kemayoran, Jakarta. Pengemudi mobil mengantuk antara lain karena tingginya kadar karbondioksida di kabn mobil. Head unit Asuka seri CK-3 memiliki sebuah penyaring udara dan sistem monitoring kebersihan udara. FOTO: Antara
Head Unit Ini Diklaim Bisa Bikin Pengemudi Mobil Tidak Mengantuk

Head unit Asuka CK-3 hadir dengan tampilan yang lebih memukau dan user friendly. Harganya sekitar Rp.8.750.000 belum termasuk sensor karbondioksida.


Ini Prediksi Mengerikan Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Masyarakat Indonesia 2070

31 Januari 2023

Sejumlah warga menggunakan perahu saat melintasi pemukiman yang terendam banjir di tepian Sungai Kapuas di Kota Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Senin 14 September 2020. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kapuas Hulu mengimbau masyarakat setempat untuk mewaspadai potensi banjir yang semakin besar dan meluas karena debit air dari hulu Sungai Kapuas semakin meningkat. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang
Ini Prediksi Mengerikan Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Masyarakat Indonesia 2070

Apa saja dampak perubahan iklim dan pemanasan global? Selain dari segi ekonomi, perubahan iklim juga jelas berdampak pada kesehatan makhluk hidup.