INFO TEKNO - Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) adalah salah satu elemen kunci dalam mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi di suatu negara. Iptekin atau yang dalam bahasa global disebut sebagai science, technology, and innovation (STI) juga menjadi key driver bagi berbagai negara-negara maju yang tergabung di dalam Organization for Economics Cooperation and Development (OECD) seperti Austria, Amerika Serikat, Swedia, Italia, Inggris, Belanda, Perancis, dan negara-negara Eropa lainnya.
Bahkan negara-negara Newly Industrializing Economies (NIEs) yang sempat tertinggal secara ekonomi namun kemudian dapat mengejar dan mempercepat pembangunan seperti China, Korea Selatan, dan Taiwan, sangat bergantung pada apa yang disebut dengan knowledge-based economy (KBE). Terlebih, negara-negara tersebut, terutama Korea Selatan dan Taiwan, sangat minim akan bahan-bahan tambang atau sumber daya alam lainnya.
Berbagai studi telah menunjukkan bagaimana negara-negara maju dan juga NIEs memberikan prioritas kepada pengembangan iptekin nasional guna mendorong aktivitas perekonomian di suatu negara. Bahkan di antaranya juga sudah mulai menekankan aspek sosial, kelembagaan, dan budaya yang mempengaruhi pengembangan iptekin nasional.
Hal ini kemudian melahirkan berbagai konsep pengembangan iptekin secara komprehensif baik dari pendekatan cakupan tujuan secara nasional yang kemudian disebut sistem inovasi nasional (SIN), dari pendekatan kedekatan geografi (geography proximity) yang kemudian disebut sebagai sistem inovasi wilayah/daerah (SIDA), dari pendekatan sektor tertentu yang kemudian disebut sebagai sistem inovasi sektoral (SIS), dan kemudian juga didekati dengan aspek teknologi atau yang disebut sebagai technological innovation system (TIS).
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) adalah salah satu elemen kunci dalam mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi di suatu negara.
Saat ini, diskursus terkait ekosistem inovasi juga meningkat seiring banyak cendekiawan yang menggagas dan mendiskusikan hal tersebut baik di berbagai negara dan sektor.
Negara-negara berkembang juga tengah berupaya mengejar ketertinggalan ekonomi mereka melalui pendekatan iptekin (technology catch-up) sejak tahun 1990-an. Sejumlah upaya yang dilakukan termasuk di antaranya mengembangkan berbagai konsep sistem inovasi sebagai bagian dari pengejaran dan akselerasi pembangunan ekonomi dari negara-negara maju atau NIEs tersebut dengan memperhatikan berbagai aspek mulai ekonomi, sumber daya alam, kebijakan pemerintah, organisasi/kelembagaan, sosial, dan aspek eksternal/lingkungan yang begitu luas dan kompleks.
Tidak sedikit pula negara- negara sedang berkembang yang dalam implementasinya menemui banyak kendala sehingga mengakibatkan akselerasi pengembangan iptekin di negaranya menjadi terhambat. Akibatnya, KBE seringkali menjadi tataran konsep di dalam dokumen-dokumen pemerintah atau hanya sebagai wacana yang disuarakan dari tahun ke tahun.
Meniru secara langsung, mereplikasi, mengadaptasi, mengabsorbsi iptekin dan sistem inovasi dari negara-negara maju atau negara-negara yang sudah berhasil menerapkan hal tersebut menjadi salah satu praktik terbaik yang dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang seperti halnya Indonesia.
Namun demikian, seringkali implementasi kebijakan tersebut tidaklah berjalan sesuai dengan rencana atau tidak mencapai tujuan, karena seringkali apa yang dilihat dan dipraktikkan oleh negara-negara sedang berkembang memiliki konteks dan konten yang berbeda.
Hal ini tentu memerlukan intervensi khusus dimana pemerintah menjadi salah satu aktor penting dalam menumbuhkembangkan iptekin nasional baik dengan belajar dari negara-negara maju atau yang sudah berhasil, maupun dengan cara mengembangkan kemampuan berdasar kekuatan dan sumber daya lokal yang dimiliki oleh negara-negara tersebut.(*)