TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi sorotan khusus Universitas Negeri Semarang (Unnes). Rektor Unnes Fathur Rokhman mengatakan hal ini karena tidak mencantumkan peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai perguruan tinggi penghasil calon guru profesional dan berkualitas.
“Dalam RUU Sisdiknas yang saat ini, secara eksplisit tidak mencantumkan pasal yang membahas tentang peran dan fungsi LPTK. Ini menjadi perhatian UNNES dan bagian yang harus diperjuangkan bersama sebagai LPTK,” kata Fathur saat membuka forum mengenai RUU Sisdiknas di gedung rektorat Unnes pada Rabu, 7 September 2022 dilansir dari laman resmi kampus.
Menurut Fathur, tidak tercantumnya pasal yang membahas tentang peran dan fungsi LPTK akan merugikan pihak pemerintah. Dia mengatakan pemerintah akan kehilangan investasi perguruan tinggi dengan program studi pendidikan yang memiliki peran dalam menyiapkan guru masa depan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia Unggul.
“Kalau ini hilang maka investasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam mendirikan perguruan tinggi dengan prodi pendidikan atau LPTK ini akan sia-sia untuk mendukung SDM unggul,” jelas Fathur.
Sebab, menurut dia, LPTK memiliki peran penting dalam menyiapkan guru unggul dan profesional. Fathur menjelaskan guru sebagai profesi yang mempunyai peran dan fungsi strategis dalam sistem pendidikan nasional harus memiliki standar kualifikasi dan kompetensi yang terukur.
Untuk menghasilkan guru yang profesional atau kompeten dibutuhkan adanya lembaga yang berwenang, yaitu LPTK. Maka menurut dia LPTK harus ada di dalam RUU Sisdiknas.
“Hal ini tidak bisa dipungkiri karena LPTK merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan dalam melaksanakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non-kependidikan,” kata Fathur.
Fathur mengatakan pihaknya menyambut positif adanya perubahan regulasi. Karena menurut dia perubahan pendidikan di Indonesia tidak bisa dielakan. Di samping itu, Fathur juga mengusulkan kepada pemerintah terkait RUU Sisdiknas untuk dikaji lebih mendalam dan komprehensif.
“Kami mengusulkan usulan terkait dengan RUU Sisdiknas. Ini bukan sekedar usulan, karena ini sudah didiskusikan dan dikaji berdasarkan data oleh pakar pendidikan, pakar hukum dan pakar terkait lainnya yang ada di Unnes,” kata Fathur.
FGD tanggapan atas Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional ini menghadirkan narasumber di antaranya Benny Riyanto yang merupakan ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M), Dekap Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Edy Purwanto serta Mungin Eddy Wibowo yakni Guru Besar FIP.
Dinilai Mereduksi Peran LPTK
Pada diskusi tersebut, para narasumber dan peserta sepakat menyoroti tiga hal dalam RUU Sisdiknas. Pertama, RUU Sisdiknas dinilai Unnes mereduksi peran Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan tereduksi. Pada UU Guru dan Dosen, LPTK mempunyai peran yang jelas yaitu perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru. Akan tetapi dalam RUU Sisdiknas, LPTK tidak tercantum, bahkan membuka peluang bagi semua perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan profesi guru.
Di samping hal tersebut, menurut Unnes, pereduksian LPTK terlihat dari syarat menjadi guru hanya lulus pendidikan profesi guru, tidak mesti harus sarjana pendidikan. Profesi guru yang terbuka dari semua lulusan bukan hanya dari sarjana pendidikan, tentu akan berdampak pada kualitas peserta didik, karena seorang guru harus mempunyai kemampuan pedagogi dan kemampuan afektif yang telah dibekalkan pada lulusan dari program studi kependidikan.
Disebut Tak Ada Jaminan Tunjangan Profesi Guru
Kedua, tidak ada jaminan keberlangsungan tunjangan profesi guru dan dosen baru. Rumusan RUU Sisdiknas yang membatasi jaminan adanya tunjangan profesi guru dan dosen bagi guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi merupakan bentuk lepas tangan pemerintah terhadap kesejahteraan guru. Ini dapat berakibat pada kualitas guru dan dosen yang berdampak pada kualitas pendidikan yang diterima para pelajar.
Hal ini dinilai Unnes merupakan kemunduran dalam Sistem Pendidikan Nasional yang seharusnya menjadikan kesejahteraan guru menjadi prioritas. UU Guru dan Dosen saat ini telah menjamin bahwa tunjangan profesi merupakan hak guru dan dosen bahkan tercantum jelas bahwa tunjangan profesi bersumber dari APBN atau APBD.
Dinilai Kemunduran Sebab Materi Kewarganegaraan Digabung dengan Pendidikan Pancasila
Ketiga, hilangnya pendidikan kewarganegaraan dalam mata pelajaran wajib atau mata kuliah wajib. RUU Sisdiknas dalam penjelasannya, pendidikan kewarganegaraan dimasukkan dalam pendidikan Pancasila.
Akan tetapi, menurut Unnes, penggabungan ini merupakan kemunduran karena materi muatan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan Pancasila berbeda. Sebagai bahan perbandingan bahwa dalam UU Sisdiknas Tahun 2003 telah dibedakan antara pendidikan Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan.
Baca juga:
Respons Sejumlah Kampus Soal Nadiem yang Ubah Aturan Main Masuk PTN
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.