TEMPO.CO, Jakarta - Perkiraan terbaru menyebutkan ada 20.000.000.000.000.000, atau 20 kuadriliun, semut di muka Bumi ini. Angka itu didapat lewat ekstrapolasi terhadap data densitas atau kerapatan semut yang dihasilkan dari 489 studi--dengan metode yang standar--di berbagai belahan dunia.
"Setiap orang yang memperhatikan semut dan menyadari ada begitu banyak serangga ini mungkin bertanya-tanya berapa banyak populasi semut yang ada di dunia," kata Patrick Schultheiss, peneliti biologi dari University of Hong Kong.
Dia yang bersama koleganya di University of Hong Kong, juga di Julius Maximilian University of Würzburg, Jerman, Sabine Nooten, memimpin studi mencari jawaban atas pertanyaan itu. Keduanya memimpin tim mengumpulkan dan melakukan ekstrapolasi data-data tersebut.
Dalam laporannya yang sudah dipublikasikan 19 September 2022 lalu, Schultheiss dkk juga menghitung total biomassa dari populasi semut global sekitar 12 juta ton. Angka ini lebih dari total biomassa burung dan mamalia liar dijadikan satu yang sebesar 2 dan 7 juta ton. Atau, seperlima total 60 juta ton biomassa manusia di planet yang sama.
"Angka perkiraan sebelumnya dari populasi semut di Bumi diekstrapolasi dari densitas semut yang diukur hnya dari satu atau dua lokasi," kata Schultheiss sambil menambahkan, analisis terkini bertujuan untuk lebih akurat dengan melihat kepada studi-studi dari seluruh benua dan tertulis dalam beragam bahasa.
Meski diakui, itupun masih terbatas. Statistik dari Afrika dan Asia utara, misalnya, disebutkan Schultheiss sangat minim. "Juga masih ada yang tidak kita ketahui karena kebanyakan penghitungan dilakukan terhadap populasi semut di atas tanah ketimbang yang ada di pepohonan atau bawah tanah."
Saat ini telah diketahui 15.700 spesies dan subspesies semut yang ada di dunia. Serangga ini dipandang vital di sebagian besar ekosistem karena peran mereka dalam menyebarkan benih atau biji, meningkatkan ketersediaan nutrisi lewat percampuran tanah dan menyediakan makanan bagi hewan-hewan pemakan semut.
Nooten menekankan pentingnya untuk bisa mengetahui populasi semut global demi tujuan konservasi. "Dengan studi ini kami menyediakan landasan untuk distribusi global jumlah dan biomassa semut, dan ke depan kami bisa mengulangi studi di lokasi yang sama menggunakan metode yang sama untuk melihat apa yang berubah," katanya.
NEW SCIENTIST, PNAS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.