TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau 2023 akan normal ketimbang tiga tahun terakhir yang kemarau basah. Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) merupakan salah satu teknologi yang akan digunakan untuk mengantisipasi potensi kekeringan dengan kemarau normal tersebut.
Untuk menjaga ketersediaan air di waduk-waduk irigasi dan PLTA, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menjalin komunikasi dengan Kementerian PUPR dan beberapa pengelola waduk. Di antaranya pengelola waduk di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, DAS Cascade Citarum, dan Danau Toba.
Teknologi Modifikasi Cuaca lewat hujan buatan dimaksudkan untuk memaksimalkan proses terjadinya hujan pada awan-awan yang tumbuh di sekitar waduk. Operasi akan dilaksanakan pada masa peralihan, dalam kondisi daya tampung waduk masih mencukupi dan awan-awan potensial layak semai masih tersedia.
"Hujan hasil TMC akan lebih besar intensitasnya dibandingkan dengan hujan alami tanpa intervensi TMC, sehingga diharapkan volume air yang dihasilkan juga akan lebih besar," kata Direktur Kebijakan Pembangunan Lingkungan Hidup, Kemaritiman, Sumber Daya Alam, dan Ketenaganukliran, BRIN, M. Abdul Kholiq, saat konferensi pers 10th World Water Forum (WWF) Kick-Off Meeting, di Jakarta Convention Center, Rabu, 15 Februari 2023, seperti dikutip dari keterangan tertulis BRIN.
BRIN juga telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) untuk keperluan pembasahan lahan gambut. Yang ini untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.
"Kerja sama dengan KLHK dan BRGM sudah dilaksanakan sejak 2021, dan masih akan dilanjutkan untuk mengantisipasi dampak iklim dan cuaca ekstrem pada 2023," katanya sambil menambahkan, "BRIN dengan SDM yang unggul dan TMC yang dimiliki juga siap berperan serta membantu BNPB dalam upaya pemadaman karhutla."
Sementara itu, dalam WWF Kick-Off Meeting, Presiden World Water Council, Loic Fauchon, mengatakan, air merupakan salah satu elemen alam yang tidak bisa direproduksi. Berbeda dengan udara atau tanah yang bisa dihasilkan kembali, sehingga sangat penting untuk menjaga ketersediaannya. The 10th WWF menjadi momentum untuk meningkatkan kerja sama pengelolaan air secara global.
"Sudah seharusnya air menjadi agenda prioritas. Kita membutuhkan political will yang nyata di semua tingkat pengambilan keputusan. Berhenti mengabaikan air! Mari kenali, hormati, lestarikan, dan selamatkan air," katanya.
Sebagai informasi, 10th WWF Kick-off Meeting, merupakan rangkaian dari persiapan menuju WWF ke-10 yang akan diselenggarakan di Bali pada 18 hingga 24 Mei 2024. Bertema "Water For Shared Prosperity", WWF ke-10 untuk menjawab tantangan dan potensi global yang diakibatkan oleh peningkatan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi.
WWF merupakan wadah pertemuan para pemimpin negara, korporasi, NGO, media, dan masyarakat umum, untuk mencari solusi yang berkaitan dengan manajemen air yang berkelanjutan.
Pilihan Editor: Cuaca Hari Ini, BMKG Masih Tetapkan Siaga untuk Sulawesi Selatan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.