TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Rektor Universitas Airlangga atau Unair Muhammad Miftahussurur, berhasil masuk dalam deretan peneliti terbaik Indonesia versi World Top 100 Medical and Health Sciences Scientists in Indonesia 2023 beberapa waktu lalu. Pencapaian itu dinilai berdasarkan pada produktivitas serta kualitas penelitian dan publikasi ilmiah pada jurnal terakreditasi internasional.
Peneliti Fakultas Kedokteran (FK) sekaligus Wakil Rektor Bidang Internasionalisasi, Digitalisasi, dan Informasi (IDI) ini sempat menghadapi sejumlah tantangan dan kesulitan selama menjalankan penelitian. Hal itu terutama berkaitan dengan akses dan fasilitas penelitian. “Tentu saja kesulitan ada, ya, dan lebih banyak dari pada kemudahannya. Utamanya dengan sistem grant atau pendanaan, di Indonesia ini belum semapan di luar negeri, baik besar pendanaan maupun tata caranya,” kata Miftah, dikutip dari situs Unair.
Miftah mengatakan bahwa tantangan lain yang tak kalah menyulitkan adalah permasalahan teknis. Di Indonesia, menurut dia, permasalahan teknis lebih besar dari pada di luar negeri. Hal ini utamanya terkait perolehan alat dan fasilitas penelitian yang membutuhkan dana besar dan waktu lama.
“Tentunya kesulitan teknis, ya. Di Indonesia ini kesulitan teknis lebih besar dibanding di luar negeri. Tidak semua yang kita peroleh di luar negeri itu bisa didapat dengan mudah di Indonesia. Tentunya ini menyulitkan dan menjadi tantangan bersama untuk memudahkan peneliti Indonesia berkiprah di kancah global,” kata Miftah.
Berikan Tips bagi Peneliti Pemula
Capaian membanggakan darinya tentu akan memantik semangat para dosen dan peneliti lain untuk turut mengikuti jejaknya. Karena itu, Miftah membagikan beberapa tips bagi para peneliti pemula yang saat ini sedang berjuang.
Menurut alumnus program doktor Oita University di Jepang ini, salah satu aspek utama yang mendukung suksesnya proses penelitian hingga menghasilkan publikasi berkualitas adalah kolaborasi. “Saya rasa tidak ada superman, ya, di dunia ini. Jadi, untuk bisa terus menjalankan riset dan menghasilkan publikasi berkualitas, maka kita harus berjalan bersama. Di sini, misalnya, saya bisa menjalankan riset secara terus-menerus karena adanya tim riset yang kuat. Tanpa itu mungkin kita tidak bisa publikasi rutin setiap tahun,” kata Miftah.
Menurut Miftah, kolaborasi akan mempermudah dalam pembagian peran yang seimbang. Dengan demikian, penelitian dan publikasi juga dapat berjalan dengan optimal.
“Misalnya jika kita memiliki grup riset, ada anggota yang lebih pintar menulis rencana keuangan, lalu ada yang memiliki kemampuan eksperimen lebih detail, dan lain-lain. Tentu semua itu jika dilakukan dengan bersamaan hasilnya akan lebih bagus,” kata Miftah.
Terakhir, peneliti yang juga berperan sebagai Kepala Helicobacter pylori and Microbiota Study Group Institute Tropical Disease (ITD) di Unair itu mengimbau para peneliti untuk aktif mengikuti tren penelitian luar negeri. Hal itu, secara langsung atau tidak, menurut dia, dapat mendorong para peneliti untuk terus meningkatkan kualitas dan kapasitasnya.
“Bukan berarti tren luar negeri lebih baik dari di Indonesia, tetapi memang center (pusat) di sana itu lebih mapan. Sehingga jika kita mengikuti tren itu dan mengikuti arus peneliti dunia, kita akan ikut terdorong untuk memperbaiki kualitas dan kapasitas,” kata Miftah.
Pilihan Editor: Unair Telah Terapkan Lulus Kuliah Tanpa Skripsi, Juara PIMNAS Tak Bikin Skripsi