Mohammed memilih konsentrasi Bioteknologi Kesehatan karena tertarik pada terapi gen. Menurutnya, bioteknologi adalah program interdisipliner yang melibatkan banyak disiplin ilmu dan ramah lingkungan. Selalu ada tren baru dalam industri bioteknologi, perkembangannya lebih cepat dan memberikan masa depan karier yang lebih baik.
"Kami tidak dapat memiliki bidang-bidang modern ini di sana. Di Palestina, kami menghadapi masalah serius dalam sistem kesehatan, terutama penyakit genetik. Kami harus meningkatkan sistem berkelanjutan untuk diagnosis dan industri farmasi," lanjutnya.
Ia melihat adanya potensi yang besar untuk mengembangkan ilmu bioteknologi di Palestina. Menurutnya, ada banyak masalah di bidang pertanian, kesehatan, dan teknologi pangan di negaranya. "Kami memiliki generasi muda yang cerdas dan cakap, yang punya banyak hal untuk ditawarkan di bidang ini. Oleh karena itu, saya merasa sedih karena tidak ada di negara saya. Saya ingin hal (bioteknologi) tersebut ada di sana karena para pelajar Palestina memiliki kemampuan untuk berinovasi," katanya.
Namun, di samping itu ada pula kekhawatiran serius perihal konsekuensi etis yang akan muncul. Seperti halnya teknologi baru lainnya, kata Mohammed, bioteknologi memang mengembangkan hal-hal yang baik untuk manusia. Tapi, poinnya adalah apakah teknologi tersebut dapat diakses oleh masyarakat atau tidak. Misalnya saja terapi gen untuk kanker yang mahal bagi masyarakat negara berkembang, sehingga hanya dapat dijangkau oleh sebagian kecil masyarakat.
"Selain itu, ada kekhawatiran terkait makanan transgenik dan perusahaan-perusahaan yang mementingkan keuntungan. Kami harus memastikan keseimbangan antara keuntungan dengan produk yang aman, karena dampak dari bioteknologi terhadap lingkungan dapat sangat berbahaya bila tidak ditangani dengan baik," tambahnya.
Rumah di Gaza Hancur
Mohammed dibesarkan di kota kecil di selatan Gaza, Deir-al Balah. Keluarganya lalu pindah ke pusat Kota Gaza. "Rumah saya di Gaza sudah tidak ada lagi. Keluarga saya kini di Gaza selatan," tutur Mohammed.
Sejak perang antara Hamas dengan Israel pada awal Oktober lalu, Mohammed baru tiga kali berkomunikasi dengan keluarganya. Terakhir kontak beberapa hari yang lalu. Sebagian keluarganya kini berada di tempat pengungsian dan sebagian lagi di rumah sejawat.
Israel menyerang seluruh bangunan di Gaza seperti rumah sakit, sekolah, tempat pengungsian, dan kampus. Pembangunan universitas-universitas di Gaza telah menghabiskan banyak uang dan upaya kini hancur total. "Terlalu sulit untuk membangun sebuah universitas dalam situasi seperti Gaza dan kami berhasil membangunnya. Namun, Israel menghancurkan semuanya dalam beberapa menit," kata Mohammed.
Pilihan Editor: Kisah Yubita Perempuan Difabel, Kubur Mimpi Jadi Dokter hingga Diterima di UGM