"Jika mereka dapat menemukan lokasi zona umum kotak hitam itu berada, terbuka peluang bagi Nautile untuk menemukannya," kata Paul-Henri Nargeolet, pemimpin kapal itu, seperti dikutip Bloomberg. "Jarang ada kapal selam lain di dunia yang bisa menyelam begitu dalam, mendeteksi, sekaligus melakukan manuver.
Kapal riset Prancis, Pourquoi Pas?, akan bergabung dengan tujuh kapal dan 11 pesawat yang saat ini menjelajahi dan terbang mengitari Samudra Atlantik untuk mencari puing dan mengevakuasi korban pesawat Airbus SAS A330-200 itu, yang mulai ditemukan. Pesawat yang mengangkut 228 orang itu hilang pada 1 Juni lalu dalam perjalanan dari Rio de Janeiro menuju Paris. Pencarian difokuskan pada zona sekitar 650 kilometer sebelah timur laut Pulau Fernando de Noronha, Brasil.
"Operasi yang kami lakukan saat ini bertujuan mengumpulkan sebanyak mungkin puing sebelum tersebar semakin luas karena terbawa arus dan angin," kata Christophe Prazuk, juru bicara militer Prancis. "Misi ini dapat berlangsung selama beberapa jam sampai berhari-hari. Pourquoi Pas? khusus mencari kotak hitam, yang dapat berlangsung hingga beberapa pekan."
Sebelum diterjunkan dalam misi ini, Nautile telah berpengalaman mencari perangkat makan perak dari kapal Titanic dan tanker minyak yang tenggelam. Sejak pertama kali menyelam, kapal selam sepanjang delapan meter itu telah berhasil menemukan dan mengangkat 10 kotak hitam.
Nargeolet mengatakan, dalam situasi laut tenang, sinyal "ping" yang dipancarkan kotak hitam bisa dideteksi sampai kedalaman 3.000 meter. Untuk membantu tugas Nautile, sebuah kapal selam militer Prancis juga dikirim ke Samudra Atlantik guna mendengarkan sinyal itu. "Bagian tersulit misi ini adalah mencari lokasi area umum," kata Nargeolet, yang juga seorang anggota Angkatan Laut Prancis.
Untuk menemukan area umum inilah peralatan canggih milik Amerika Serikat diperbantukan. Alat itu, Towed Pinger Locator, dapat mendeteksi sinyal darurat sampai kedalaman 6.100 meter. Angkatan Laut Amerika Serikat telah mengirimkan dua peralatan berteknologi tinggi ke kapal Prancis. Dua alat itu diharapkan bisa membantu Prancis menemukan lokasi kotak hitam pesawat tersebut.
Pejabat Departemen Pertahanan Amerika Serikat yang menolak disebut identitasnya menyatakan alat itu diterbangkan ke Brasilia pada Senin kemarin bersama satu tim prajurit Angkatan Laut Amerika. Tim tersebut akan membawa alat pelacak itu ke kapal tunda Prancis, yang akan menggunakannya untuk mendengarkan transmisi yang dipancarkan kotak hitam.
Alat pendeteksi gema sonar yang dipancarkan kotak hitam itu juga pernah digunakan untuk mencari lokasi kotak hitam pesawat Adam Air KI-574, yang jatuh di perairan Majene, Sulawesi Barat, pada Januari 2007. Alat itu digunakan oleh USNS Mary Sears, kapal survei oseanografi Amerika Serikat, untuk menemukan kotak hitam pesawat Boeing 737-400 yang berada pada kedalaman 2.000 meter itu.
Meski berbagai peralatan tercanggih telah dikerahkan, pencarian kotak hitam ini tak akan mudah. Investigator kecelakaan pesawat George Blau, seperti dikutip Bild, menyatakan sinyalnya hanya akan terpancar sejauh beberapa meter bila kotak hitam tersebut terkubur dalam pasir atau lumpur.
Seorang juru bicara biro penyelidik kecelakaan udara Prancis (BEA) juga menyatakan peluang ditemukannya kotak itu amat kecil. "Belum pernah ada kotak hitam yang ditemukan pada kedalaman seperti itu," ujarnya.
Menteri Lingkungan Prancis Jean-Louis Borloo mengungkapkan, upaya pencarian kotak hitam pesawat itu bagai berpacu melawan waktu. Dia mengingatkan bahwa kotak hitam hanya bisa memancarkan sinyal selama 30 hari, sedangkan daerah pencarian di Samudra Atlantik, antara pantai Brasilia dan Afrika, sangat luas dan kedalamannya 3.000-6.000 meter. Belum lagi arus di kawasan itu sangat kuat sehingga kotak hitam, yang menjadi kunci untuk menyingkap penyebab jatuhnya pesawat, mungkin tak bisa ditemukan lagi.
Borloo membandingkan operasi itu dengan pencarian kotak hitam sebuah pesawat jet yang jatuh di laut setelah lepas landas dari resor Sharm El Sheikh, Mesir, pada 2004. Meski titik lokasi jatuhnya pesawat telah diketahui dengan pasti, butuh 15 hari untuk menemukan alat pencatat penerbangan pada kedalaman seribu meter.
Dalam kasus pesawat Air France, area samudra yang harus disisir jauh lebih luas, tak ada lokasi pasti jatuhnya pesawat dan kedalaman, yang diperkirakan sedikitnya 4.000 meter. Satu-satunya informasi adalah pesawat jet itu mengirimkan pesan otomatis yang mengabarkan bahwa ia kehilangan tekanan dan gangguan listrik sebelum menghilang.
TJANDRA DEWI | AP | REUTERS | GUARDIAN