Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Piramida Purba di Gunung Padang, Begini Suara Kontra Arkeolog Asing

image-gnews
Lanskap situs megalitik Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Facebook/Danny Hilman Natawidjaja
Lanskap situs megalitik Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Facebook/Danny Hilman Natawidjaja
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pencabutan publikasi laporan penelitian situs Gunung Padang dari jurnal internasional yang pernah menerbitkannya tak hanya menjadi perbincangan di dalam negeri. Status retracted laporan berjudul 'Geo-archaeological Prospecting of Gunung Padang Buried Prehistoric Pyramid in West Java, Indonesia' juga dikomentari sejumlah pakar di luar negeri.

Di antaranya adalah Noel Hidalgo Tan, arkeolog asal Singapura yang bekerja untuk South-east Asian Regional Centre for Archaeology and Fine Arts di Bangkok, Thailand. Dia mengaku termasuk yang sejak awal mempertanyakan isi dan kesimpulan laporan penelitian yang dibuat pakar geologi gempa Danny Hilman Natawidjaja dkk itu. 

"Saya lega pada akhirnya makalah itu ditarik--meski, kerusakan yang disebabkannya cukup signifikan lewat minsinformasi dari publikasi hasil penelitian itu," kata Tan dikutip dari website South Asian Arhaeology yang dikelolanya. 

Menurut dia, kekeliruan dalam hasil penelitian Danny Hilman dan timnya terletak pada penanggalan radiokarbon yang membangun klaim kunci untuk dugaan 20 ribu tahun usia 'piramida' Gunung Padang--menjadikannya sebagai piramida tertua di dunia. Sebagai pembanding Stonehenge dan piramida besar tertua di Mesir saat ini hanya berusia beberapa ribu tahun. 

Adapun pemegang rekor peradaban tertua sebelumnya, monumen batu neolitik Gobekli Tepe di Turki, diperkirakan berumur sekitar 11 ribu tahun.

Tan mengatakan, penanggalan yang menunjuk umur 20 ribu tahun bahkan lebih tua lagi daripada itu di Situs Gunung Padang hanya melibatkan material lapisan tanah biasa, dan bukannya artefak atau bukti langsung dari peradaban manusia. Menurutnya, jika menggunakan sampel tanah, umur setua itu tidak mengejutkan karena tanah terakumulasi dari masa ke masa dan lapisan yang lebih dalam pasti lebih tua. 

Penilaian itu sama seperti yang disampaikan penerbit jurnal Archaeological Prospection, John Wiley & Sons Ltd., saat mencabut publikasi laporan penelitian situs Gunung Padang pada 18 Maret 2024. Disebutkan bahwa material yang digunakan tidak cukup meyakinkan sebagai bukti buatan manusia (antropogenik). 

Tan menambahkan, laporan penelitian juga salah merepresentasikan diri dengan menerima apa yang dipandang sebagai teori pseuodarchaeological dari Gunung Padang. "Sangat disayangkan bahwa makalah sudah sampai ke tahap ini. Tapi ini lebih baik ditarik daripada didiamkan saja," katanya kepada The New York Times.      

Bersama Tan, sejumlah arkeolog lain pernah menyuarakan kontra atas hasil penelitian yang terbit 20 Oktober 2023 ini. Di antaranya adalah Mai Lin Tjoa-Bonatz, profesor arkeologi di Humboldt University, Berlin, Jerman. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari bukti keramik dan bukti lain yang ditemukan di lapisan tanah yang lebih atas, Tjoa-Bonatz mengatakan, peradaban manusia paling tua di Gunung Padang berasal dari abad 12-13. "Mungkin saja ada manusia sebelumnya di sana, tapi sejauh ini mereka tidak meninggalkan apapun yang bisa kami ukur usianya," katanya seperti dikutip dari The New York Times pada Januari lalu.  

Perhitungan senada disampaikan Flint Dibble, arkeolog di Cardiff University, Wales. Data yang dipresentasikan dalam laporan penelitian itu disebutnya tak menyediakan dukungan untuk kesimpulan yang dibuat, bahwa peradaban yang ada di Gunung Padang berusia luar biasa sangat tua. "Saya sangat kecewa paper ini diterbitkan begitu saja," katanya kepada The Guardian, Desember lalu, tak lama dari publikasi.  

Pernyataan Danny Hilman Natawidjaja dkk  

Sementara, Danny Hilman telah menyampaikan pernyataan sikap tim peneliti situs Gunung Padang melalui akun media sosial Facebook. Dia menyebut retraksi yang tidak adil dan menyerukan integritas akademik.

"Apakah keputusan untuk menarik kembali makalah kami merupakan bentuk sensor yang parah, secara terang-terangan mengabaikan prinsip-prinsip dasar penyelidikan ilmiah, transparan, dan keadilan dalam wacana akademik?" tulisnya.

Dia mengulang lagi penjelasan dalam laporan penelitian yang dibuat bahwa lapisan konstruksi batu, yang diidentifikasi sebagai Unit 1, 2, dan 3, dari mana sampel tanah diambil, telah ditetapkan secara tegas sebagai konstruksi buatan manusia atau fitur arkeolog, daripada formasi geologi alami.

Lapisan-lapisan itu disebutkan disertai dengan sejumlah artefak portabel kecil, memberikan bukti nyata asal antropogenik mereka. "Selain itu, interpretasi kami tidak hanya mengusulkan keberadaan piramida kuno yang dibangun 9000 tahun atau lebih yang lalu, melainkan menunjukkan adanya struktur kompleks yang terdiri dari tiga lapisan batu konstruksi yang didirikan dalam fase yang berbeda: 1.000 - 2.000 SM (Unit 1), 5.500 - 6.000 SM (Unit 2), dan 14.000 – 25.000 SM (Unit 3)."

Menurut tim, bantahan bahwa lapisan batu (Unit 1, 2, 3) adalah struktur buatan manusia harus menyediakan penjelasan geologi alternatif untuk bentuk, komposisi, dan susunan mereka. Tanpa itu, "Pencabutan tidak memiliki keabsahan ilmiah, karena mengabaikan bukti besar yang disajikan dalam makalah kami dan komunikasi yang mendukung kesimpulan kami." 

Pilihan Editor: Banjir di Bekasi di Tengah Cuaca Terik, Warga Hanya Minta Pemerintah Daerah Setempat Perbaiki Tanggul-tanggul

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Benarkah IKN Bebas dari Sesar Gempa Aktif? Penelitinya Harapkan Riset Lanjutan

1 hari lalu

Foto udara proses pembangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Benarkah IKN Bebas dari Sesar Gempa Aktif? Penelitinya Harapkan Riset Lanjutan

Peneliti sesar gempa aktif di IKN berharap bisa kembali dan lakukan riset lanjutan. Data BMKG juga sebut potensi yang berbeda.


Jurnal Internasional IJTech Milik FTUI Kembali ke Posisi Q1

4 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Jurnal Internasional IJTech Milik FTUI Kembali ke Posisi Q1

IJTech milik FTUI kembali menjadi jurnal terindeks kuartil tertinggi (Q1) berdasarkan pemeringkatan SJR yang dirilis pada April 2024


Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

5 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Penulisan jurnal ilmiah bagi dosen akan membantu menyumbang angka kredit dosen, meskipun tak wajib publikasi di jurnal Scopus.


Demi Lobster Kawan Vietnam

5 hari lalu

Demi Lobster Kawan Vietnam

Pemerintah membuka kembali keran ekspor lobster dengan syarat para pengusaha membudidayakannya di sini atau di Vietnam-tujuan utama ekspor lobster.


Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

8 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

Jurnal terindeks Scopus menjadi salah satu tujuan para peneliti di Indonesia untuk mempublikasikan artikel ilmiah atau penelitiannya, bagaimana cara menulis artikel ilmiah yang terindeks scopus?


Dekan Unas Dituduh Catut Nama Dosen UMT di Jurnal, Pahami Perbedaan Jurnal SINTA dan Jurnal Scopus

11 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Dekan Unas Dituduh Catut Nama Dosen UMT di Jurnal, Pahami Perbedaan Jurnal SINTA dan Jurnal Scopus

Meskipun jurnal SINTA dan Scopus memiliki peran yang penting dalam mendukung penelitian ilmiah, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.


Top 3 Tekno: Cara Instal HyperOS, Cuaca BMKG, dan Jurnal Indeks Scopus

11 hari lalu

Xiaomi HyperOS. Foto : Xiaomiui
Top 3 Tekno: Cara Instal HyperOS, Cuaca BMKG, dan Jurnal Indeks Scopus

Top 3 Tekno Berita Terkini pada Selasa pagi ini, 16 April 2024, dipuncaki berita informasi 3 cara instal HyperOS di perangkat Xiaomi, Redmi, dan Poco.


Dekan Unas Dituding Catut Nama Dosen UMT di Publikasi Jurnal Scopus, Kenali Jurnal Terindeks Scopus

12 hari lalu

Dekan Universitas Nasional Kumba Digdowiseiso. Foto : UNAS
Dekan Unas Dituding Catut Nama Dosen UMT di Publikasi Jurnal Scopus, Kenali Jurnal Terindeks Scopus

Dekan Unas Kumba Digdowiseiso dituduh catut nama dosen UMT di jurnal scorpus. Ini penjelasan soal jurnal terindeks scorpus.


Dosen Malaysia Tuding Guru Besar Unas, Ini Dampak Penggunaan Jurnal Predator

12 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Dosen Malaysia Tuding Guru Besar Unas, Ini Dampak Penggunaan Jurnal Predator

Publikasi berorientasi profit ini sering dikenal sebagai jurnal predator.


Guru Besar Unas Dituding Gunakan Jurnal Predator, Kenali Jurnal Berkualitas Scopus

13 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Guru Besar Unas Dituding Gunakan Jurnal Predator, Kenali Jurnal Berkualitas Scopus

Jurnal predator adalah jurnal internasional yang dalam proses penerbitannya tidak didapati proses peninjauan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.