TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Thorium Energy Alliance, John Kutsch, belakangan mengenalkan thorium sebagai penyokong reaktor nuklir yang lebih ramah lingkungan dibanding uranium. Thorium yang dibuat dari pemurnian tanah jarang diklaim lebih mudah ditangani daripada uranium yang sering dipakai sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) konvensional.
“Kami membakarnya dalam siklus murni. Limbahnya lebih sedikit dan tidak akan menjadi bom,” ucap Kutsch, dilansir dari Chemistry World, Selasa, 30 Juli 2024.
Kemunculan thorium seakan menjawab hasil keputusan Konferensi Perubahan Iklim atau COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), pada November 2023. Sebanyak 20 negara peserta forum itu menyepakati peningkatan kapasitas energi nuklir dunia pada 2050. Upaya yang diklaim sebagai jalan menuju nol emisi ini masih menghasilkan pro dan kontra sampai saat ini.
Kesepakatan soal percepatan energi nuklir dianggap kontroversial. Limbah radioaktif dikhawatirkan merusak bumi dalam jangka panjang. Citra energi nuklir juga masih buruk karena sejumlah kecelakaan reaktor besar yang terjadi di masa lalu, misalnya di Ukraina, Jepang, Rusia, hingga Amerika Serikat.
Menurut Kutsch, reaktor nuklir yang menggunakan uranium sangat sulit mengalami fisi, sebutan untuk proses transmutasi nuklir. Karena itu, butuh pengolahan prareaktor untuk meningkatkan persentase uranium agar layak menjadi bahan bakar. Proses prareaktor ini yang kerap menghasilkan limbah nuklir.
Thorium Dipakai di Swiss
Reaktor nuklir berbasis thorium bukan barang baru. Infrastruktur ini sudah dipakai oleh perusahaan rintisan asal Swiss, Transmutex. Dengan beralih ke siklus bahan bakar thorium, entitas ini menerima investasi sebesar US$ 27 juta, sekitar Rp 375 miliar, untuk pengembangan reaktor nuklir.
Salah satu unsur thorium Transmutex adalah Thorium-232. Unsur thorium ini ditemukan secara alami di kerak bumi. Thorium-232 dianggap sebagai bahan bakar potensial karena sifatnya yang subur, artinya tidak mengalami transmutasi secara alami, namun dapat diubah menjadi material tertentu dalam kondisi khusus.
Selanjutnya, Bahan Bakar Lama yang Terlupakan