TEMPO.CO, Jakarta - Para dosen di Universitas Ciputra kini memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan atau AI untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Director of AI and Technology Transformation Universitas Ciputra, Trianggoro Wiradinata, mengatakan pengoperasian AI sudah menjadi bagian dari indikator penilaian kinerja dosen.
"Bagi kami, AI harus dimanfaatkan kecanggihannya, bukan malah dihindari," ujarnya di Jakarta, Senin, 26 Agustus 2024.
Menurut Trianggoro, penggunaan AI seharusnya tidak lagi diperdebatkan. Teknologi pintar itu telanjur menjamur dan membawa manfaat untuk kalangan tertentu, termasuk akademisi dan pengajar. “Pembahasan soal boleh atau tidak itu ada di masa lalu. Sekarang fokus kita adalah adopsi atau tidak," katanya.
Trianggoro belakangan ikut membentuk departemen bernama teaching learning innovation. Lembaga yang sudah beroperasi sejak 2023 itu bertugas menganalisis alat kerja para dosen dan mahasiswa di Universitas Ciputra. Departemen ini juga yang akhirnya menghilangkan keraguan universitas soal adopsi AI.
Kecanggihan AI, kata dia, harus dibarengi dengan norma akademik. "Kami juga sudah menambahkan indikator kinerja pemanfaatan AI, jadi bisa dipastikan semua dosen di Universitas Ciputra paham.”
Presiden Direktur International Business Machines (IBM) Indonesia, Roy Kosasih, juga menyebut AI bisa diandalkan untuk kegiatan akademik. Teknologi itu dianggap bisa memudahkan penyelesaian pekerjaan. Universitas Ciputra adalah salah satu mitra IBM untuk pengembangan AI.
“Kami sama-sama mendiskusikan dan mencari strategi yang cocok digunakan dalam ranah pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia," ujar Roy.
Manajemen IBM memiliki banyak mitra di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Kemitraan itu untuk pengembangan teknologi pintar. Mesin ATM pertama yang dibuat di Indonesia, Roy mencontohkan, dikembangkan bersama IBM. "Untuk hal lain misalnya server perbankan, mayoritas di Indonesia ini memakai server buatan kami," kata dia.
Dilansir dari laman resmi Kominfo, Indonesia masih membutuhkan 600 ribu talenta digital setiap tahun. Pada 2019, pemerintah menargetkan 20 ribu orang mendapat sertifikasi sebagai tenaga terampil melalui program Digital Talent Scholarship.
Hasil penelitian Bank Dunia dan McKinsey mengungkapkan bahwa Indonesia bakal membutuhkan 9 juta talenta digital pada periode 2015-2030. Berarti, kebutuhannya mencapai 600 ribu orang per tahun. Untuk memenuhinya, Kominfo mulai meluncurkan program Digital Talent Scholarship sejak 2023.
Pilihan Editor: Pedagang Cula Badak Ditangkap di Palembang, KLHK: Tiap Gram Dijual Rp 35 Juta Lewat Facebook