TEMPO.CO, Jakarta - Observatorium Nasional Gunung Timau Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Tim (NTT) memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Selain membuat prediksi cuaca dan iklim, juga mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga ruang angkasa dari sampah antariksa.
Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Amarulla Octavian menambahkan, selain menjadi pusat riset, observatorium ini diharapkan dapat menjadi destinasi wisata dan ikon baru NTT yang akan meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap antariksa dan memperkuat rasa nasionalisme.
Amarulla berkesempatan meninjau kesiapan Observatorium Nasional Gunung Timau pada 22 Agustus lalu. Kunjungan ini dilakukan untuk membahas rencana kegiatan riset Observasi Langit Selatan dan Antariksa di Gunung Timau serta memastikan kesiapan fasilitas observatorium tersebut.
"Observatorium Nasional Gunung Timau tidak hanya menjadi kebanggaan BRIN, tetapi juga masyarakat Kupang dan seluruh NTT,” ujar dia dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 28 Agustus 2024.
Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN Emanuel Sungging menjelaskan, observatorium antariksa ini diharapkan dapat memperkuat riset antariksa Indonesia. Fasilitas penelitian ini terletak di Gunung Timau, dengan pengukuran seeing saat ini mencapai 1,2 detik busur dalam median, terendah mencapai 0,6 detik busur.
“Lokasi yang unik, sedikit ke Selatan Kathulistiwa, iklim yang cenderung kering, dilengkapi dengan kamera pada jendela optik dan NIR. Kita siap mempelajari baik studi Galaksi Bima Sakti, dengan massa udara cenderung rendah, waktu pengamatan panjang, dan bisa membuka peluang studi antariksa yang lebih luas,” kata Emanuel.
Menurut Emanuel, teleskop di observatorium ini dapat dimanfaatkan untuk pengamatan tindak lanjut fenomena transien seperti supernova, flare, dan sebagainya. Pengamatan karakterisasi objek dekat Bumi yaitu asteroid atau komet, pencarian planet luar surya, hingga studi materi gelap pada galaksi.
Sandi Sufiandi, Koordinator Pelaksana Fungsi pada Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inoavsi BRIN menjelaskan, perubahan status kawasan ini akan membuka peluang untuk pemanfaatan yang lebih luas. Termasuk potensi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pariwisata dan kerja sama dengan pemerintah pusat.
Abdul Rachman, Penanggungjawab Kawasan BRIN NTT memaparkan, observatorium nasional ini sudah hampir selesai. Pembangunan fasilitas gedungnya mencapai 95 persen, kesiapan teleskopnya mencapai 55 persen.
“Teleskop utama, akan menjadi teleskop terbesar di Asia Tenggara memiliki diameter 3,8 meter, sudah dalam proses pemasangan. Observatorium ini juga dilengkapi dengan infrastruktur pendukung seperti listrik, air, internet berkecepatan 10 Mbps, serta wisma di Gedung Apollos yang saat ini masih direnovasi,” kata Rachman.
Observatorium yang berlokasi di Kecamatan Amfoang Tengah, Kabupaten Kupang, ini menempati lahan seluas 34,87 hektar dan direncanakan menjadi bagian dari Kawasan Taman Nasional Hutan Gunung Timau seluas lebih dari 68 ribu hektare.
Pilihan Editor: Darurat Mpox, Kemenhub Kembali Wajibkan Penumpang Rute Internasional Pakai Aplikasi SatuSehat