TEMPO.CO, Jakarta - Target pemerintah Indonesia dalam menurunkan kebocoran sampah plastik dari aktivitas masyarakat sebesar 70 persen pada 2025. Namun, faktanya, dari perhitungan tahun 2024, penurunan itu baru mencapai 41,68 persen.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova menyatakan potensi kerugian negara akibat kebocoran sampah plastik ke laut mencapai Rp 225 triliun per tahun.
“Setelah kami hitung dari 2018 sampai 2023 secara kasar, rata-ratanya kurang lebih sekitar 484 ribu ton per tahun (sampah plastik) yang bocor ke lautan dunia dari kegiatan masyarakat kita. Kerugian kita berkisar Rp 125 triliun sampai Rp 225 triliun per tahun,” kata Reza, pada Media Lounge Discussion (MELODI) bertajuk "Kebocoran Sampah Plastik ke Laut Indonesia dan Strategi Penanganannya" di Gedung B.J Habibie, Jakarta, Rabu, 11 September 2024.
“Bisa kita bayangkan secara kasar, dari 2018 sampai 2023 ini sudah enam tahun. Sekarang masuk tahun ketujuh. Berarti secara kasar kita sudah kehilangan Rp 2.000 triliun akibat sampah plastik,” kata dia. Estimasi kerugian tersebut, kata Reza, dilihat dari kerugian secara ekonomi, pariwisata, kesehatan, hingga dari sisi teknis.
BRIN, kata dia, terus melakukan penelitian dengan memanfaatkan kecerdasan buatan dalam mendeteksi jenis sampah plastik, termasuk melibatkan akademisi dari berbagai multidisiplin ilmu. “Karena kalau kita bicara plastik, sampah plastik ini ketika terkena sinar matahari, angin, dan lain-lain, akan jadi mikroplastik. Semakin kecil ukuran plastik, semakin mudah pula akan masuk ke dalam tubuh kita,” katanya.
Upaya lainnya, menurut Reza, perlu dilakukan proses bioremediasi yang membutuhkan waktu panjang. “Ketika sampah sudah bocor ke lingkungan, apa yang kita lakukan? Kita coba cari mikroba apa yang paling tepat untuk bisa ‘memakan’ sampah plastik itu,” ucapnya.
Reza juga menyoroti komitmen politis pimpinan daerah dalam penyediaan anggaran untuk pengelolaan sampah. Anggaran pengelolaan sampah, kata dia, disebut optimal bila mencapai 3 hingga 4 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, yang terjadi saat ini baru mencapai 0,07 persen. “Satu persen saja enggak sampai. Itu satu problematika besar,” ucapnya.
Pilihan Editor: Info Terkini Gempa M4,5 Guncang Gunungkidul, BMKG: Gempa Susulan ke-258 di Zona Megathrust