Gaya berjalan manusia yang melangkah dengan tumit menyentuh tanah terlebih dulu, diikuti dengan bantalan dan jari kaki, merupakan bukti bahwa kita beradaptasi untuk berjalan, bukan berlari. Gaya melangkah seperti ini memerlukan energi lebih sedikit daripada berjalan dengan bantalan kaki, yang menyerap 53 persen lebih besar. Gaya itu juga jauh lebih efisien dibanding berjalan dengan jari kaki, yang membutuhkan 83 persen energi lebih banyak.
Bukan hanya manusia yang mengembangkan cara berjalan yang hemat energi itu. Kerabat jauhnya, kera besar lain--simpanse, gorilla, dan orangutan--juga beruang, adalah beberapa jenis mamalia yang melangkah dengan bagian tumit menyentuh tanah terlebih dulu.
Studi ilmuwan University of Utah itu memperlihatkan bahwa tumit manusia menyentuh tanah pada awal setiap langkah. "Pada sebagian besar mamalia, tumit tetap terangkat selama berjalan dan berlari," kata David Carrier, peneliti senior studi baru yang telah dipublikasikan secara online dalam Journal of Experimental Biology akhir pekan lalu. "Sebagian besar mamalia, seperti anjing dan kucing, berjalan dan berlari dengan bantalan kaki. Binatang berkuku seperti kuda dan rusa berlari dan berjalan pada ujung jari mereka. Hanya sejumlah spesies yang mendarat dengan tumitnya, yaitu beruang, manusia, dan kera besar lainnya."
Studi Carrier menunjukkan bahwa postur tumit menyentuh tanah meningkatkan ekonomi berjalan, tapi bukan ekonomi berlari. "Anda akan mengkonsumsi energi lebih besar ketika berjalan dengan bantalan kaki atau jari daripada dengan tumit terlebih dulu," kata dosen biologi itu.
Gaya berjalan ekonomis ini kemungkinan besar telah membantu manusia pemburu-pengumpul purba berjalan jauh untuk menemukan makanan, katanya. Keunggulan ini bukan monopoli manusia karena kera besar lainnya juga berjalan dengan gaya serupa. Itu berarti karakteristik tersebut berkembang sebelum nenek moyang manusia maupun kera besar turun dari pohon.
"Nenek moyang manusia memiliki postur kaki seperti ini ketika masih hidup di atas pohon," ujarnya. "Berjalan dengan tumit telah dimiliki kera besar, tetapi mereka tidak berjalan jauh. Sehingga ekonomi berjalan ada kemungkinan tidak menjelaskan postur kaki dan bagaimana perubahannya, meski postur itu membantu kita berjalan secara ekonomis."
Carrier menduga postur kaki ketika tumit menjejak tanah terlebih dulu itu amat berguna pada saat berkelahi dengan meningkatkan stabilitas dan memberikan lebih banyak tenaga putaran ke tanah untuk berputar, mendorong, dan menggali. Tumit juga meningkatkan ketangkasan dalam manuver berbalik dengan cepat.
Dalam eksperimennya, Carrier dibantu oleh Nadja Schilling, pakar zoologi di Friedrich Schiller University of Jena, Jerman, dan Christoph Anders, dokter di University Hospital Jena. Studi mereka melibatkan 27 sukarelawan, sebagian besar atlet berusia 20-an, 30-an, dan 40-an tahun. Setiap sukarelawan diminta berjalan atau berlari dengan tiga cara berbeda, yaitu melangkah dengan tumit atau memakai bantalan kaki dengan tumit sedikit terangkat atau berjinjit dengan tumit terangkat lebih tinggi.
Di laboratoriumnya, Carrier dan timnya mengukur konsumsi oksigen serta energi yang digunakan oleh 11 sukarelawan yang diminta berjalan atau berlari di atas treadmill. Pengukuran dilakukan dengan memasang masker menutupi wajah para sukarelawan. Untuk menghitung tenaga yang disalurkan ketika kaki menjejak, mereka diminta berjalan di atas sebuah "plat tenaga".
Sebagian studi juga dilakukan di laboratorium Anders di Jerman. Tim ilmuwan itu meminta 16 orang berjalan atau berlari di atas treadmill, sementara mereka memonitor aktivitas otot yang membantu pergelangan kaki, lutut, pinggul dan punggung bekerja selama tubuh berjalan dan berlari.
Hasil studi mereka menunjukkan bahwa berjalan dengan tumit terlebih dulu tidak lebih ekonomis, karena gaya itu lebih stabil atau melibatkan langkah panjang dan lebih sedikit, melainkan lebih sedikit energi yang dilepaskan dan hilang ke dalam tanah. "Kita juga mempunyai kekuatan mengungkit lebih besar, serta perubahan energi kinetik dan potensial yang lebih efisien," kata Carrier.
l TJANDRA DEWI | SCIENCEDAILY