TEMPO.CO, Yogyakarta - Penduduk mati-matian berupaya membunuh nyamuk penyebab demam berdarah, Aedes Aegyptie, biasanya dengan pengasapan (fogging) yang malah menyebabkan penduduk sesak nafas. Tapi Eliminate Dengue Project (EDP) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada malah berencana menyebarkan nyamuk Aedes Aegyptie.
Tapi nyamuk ini tak dilepas begitu saja, melainkan disuntikkan terlebih dahulu dengan bakteri wolbachia. Nyamuk yang sudah terkontaminasi bakteri inilah yang dilepaskan di 40 persen wilayah di Kota Yogyakarta.
Koordinator riset EDP UGM, Adi Utarini mengatakan penyebaran ini bertujuan menguji efektivitas metode baru yang dikembangkan lembaganya untuk menanggulangi wabah demam berdarah. “Ini tahap baru riset kami dan akan digelar sejak pertengahan 2016 sampai 2019,” kata Adi di kampus UGM pada Kamis, 28 Januari 2015.
Jika berhasil dilakukan di Kota Yogyakarta, Indonesia menjadi negara termaju yang mengembangkan teknologi baru penanggulangan demam berdarah ini. “Kalau terbukti sukses di Kota Yogyakarta, teknologi ini akan dikembangkan di seluruh Indonesia,” kata Adi.
Riset itu merupakan upaya penemuan teknologi peredaman wabah demam berdarah dengan cara mengubah populasi nyamuk Aedes Aegyptie di daerah endemik. Nyamuk Aedes Aegyptie ber-wolbachia diyakini tak lagi mampu menularkan virus dengue yang jadi penyebab demam berdarah.
Sebab bakteri wolbachia bisa mematikan pertumbuhan virus dengue di dalam tubuh nyamuk Aedes Aegyptie. “Selama ini wolbachia secara alami ada di tubuh 70 persen jenis serangga, tapi pada Aedes Aegyptie harus disuntikkan dulu ke tubuh induknya,” ujar Adi.
Ketika populasi nyamuk Aedes Aegyptie didominasi oleh pengandung bakteri wolbachia, keberadaan hewan ini tak akan lagi memicu wabah demam berdarah. “Nyamuk Aedes Aegyptie hanya mampu terbang di radius 200 meter, jadi kemungkinan besar populasinya bisa dipengaruhi,” kata Adi.
Menurut Adi berdasar penelitian di Sleman dan Bantul, dari 10 nyamuk Aedes Aegyptie, delapan di antaranya mengandung wolbachia dan tidak lagi menularkan virus dengue. “Di Kota Yogyakarta, kami akan memakai metode penebaran nyamuk dengan memakai cara meletakkan ember air yang berisi telur Aedes Aegyptie ber-wolbachia,” kata dia.
Sementara itu mantan Kepala Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta yang baru saja purna tugas, Arida Utami, menilai metode yang dikembangkan oleh EDP UGM itu aman. Penerapannya juga menjanjikan teknologi baru penanggulangan wabah demam berdarah secara alami yang bisa berpadu dengan kampanye perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat. “Metode fogging (pengasapan) sudah tidak layak lagi karena memperparah polusi,” kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM