TEMPO.CO, Jakarta - Kasus sejumlah warga yang terinfeksi COVID-19 untuk kedua kalinya mempertanyakan kembali tingkat akurasi alat diagnostik penyakit itu di Cina. Misteri sejumlah kasus itu juga menerbitkan keresahan untuk kemungkinan gelombang kedua wabah virus tersebut.
Keresahan itu muncul di saat mendekati tenggat pencabutan status karantina Wuhan dan sejumlah kota di Provinsi Hubei pada 8 April mendatang. Saat itu, warga kota-kota itu sudah akan bisa bepergian, termasuk ke luar dari kota yang pernah menjadi episentrum wabah yang merenggut lebih dari 3 ribu jiwa di Cina itu.
Sepanjang 18-22 Maret lalu, pemerintah Cina tak mencatat adanya kasus penularan baru COVID-19 yang berasal dari transmisi lokal atau di dalam negeri. Capaian itu sempat menjadi torehan manis dari upaya penanggulangan wabah.
Tapi kemudian datang kabar kalau beberapa warga Wuhan yang pernah terkonfirmasi positif terinfeksi corona dan telah dinyatakan sembuh belakangan teruji positif lagi. Ini diketahui dari data beberapa fasilitas karantina penampung para pasien COVID-19 usai dipulangkan rumah sakit. Sebanyak 5-10 persen dari pasien yang sudah sembuh itu teruji positif kembali.
Beberapa yang positif terinfeksi lagi itu tak menunjukkan gejala sakit. Ini yang memicu kekhawatiran, selain soal kasus impor, kalau wabah belum benar-benar meninggalkan Wuhan dan Hubei.
Baca juga:
Kepada media NPR yang berkomunikasi via ponsel, empat orang di antara pasien yang positif kembali itu mengaku kondisi mereka membaik dan hasil pemeriksaan infeksi dinyatakan negatif sebelum mereka disebut kembali positif COVID-19.
Dua dari empat orang itu adalah dokter yang bertugas di garda depan dan terinfeksi dari pasien yang dirawatnya. Sedang dua lainnya adalah warga Wuhan, terdiri dari satu menunjukkan gejala parah dan sempat kembali dirawat di rumah sakit dan yang kedua hanya gejala ringan.