TEMPO.CO, Malang - Kelestarian penyu di perairan laut selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur, terancam oleh sampah plastik dan perburuan. Tiap tahun ada saja penyu yang mati akibat menelan plastik, sementara perburuan mengintai di pantai yang sepi.
Sutari, Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas Pilar Harapan alias Bajulmati Sea Turtle Conservation (BSTC) di Desa Gajahrejo, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, mengungkap itu pada Kamis sore, 27 Agustus 2020. Pada hari itu ia memandu kegiatan pelepasan 1.242 ekor tukik jenis lekang dan hijau ke perairan Samudera Hindia di Pantai Bajulmati.
Menurut Sutari, sampah kantong plastik bisa terlihat oleh penyu bagai ubur-ubur, makanan pokok penyu selain ikan-ikan kecil. Begitu pula jaring ikan yang hanyut bisa tampak seperti rumput laut, salah satu tanaman laut kesukaan penyu.
Dia mengisahkan pernah bersama kawan-kawannya mengubur penyu yang mati akibat menelan sampah plastik di Pantai Bajulmati. Perut penyu dibedah lebih dulu untuk dikeluarkan sampah itu sebelum penyu dikubur.
Karena itu, pria yang beralih dari pemburu penyu untuk dikonsumsi menjadi penyelamat penyu itu selalu mengingatkan para wisatawan di pantai tertib membuang sampah di tempat yang telah disediakan. Setiap sampah plastik yang dibuang sembarangan di pantai itu, menurut Sutari, berpotensi membunuh penyu.
“Melalui BSTC inilah kami bisa lebih efektif mengampanyekan konservasi penyu. Dulu (sebelum ada BSTC) masih sporadis saja sifatnya,” ujar Sutari.
Sutari mengajak enam temannya sesama eks pemburu penyu mendalami pengetahuan tentang penyu, khususnya tentang teknik penyelamatan dan penetasan telur-telur penyu. Hingga lima tahun berselang, kini BSTC mulai mendapat cukup banyak dukungan dari beberapa lembaga dan perusahaan.
Ketua BSTC Sutari mengatakan, total sebanyak 1.242 ekor tukik yang dilepas ke perairan laut selatan Malang. Jumlah ini terdiri dari 1.100 ekor tukik penyu lekang (Lepidochelys olivacea) dan 142 ekor tukik penyu hijau (Chelonia mydas). TEMPO/Abdi Purmono
sendiri mengaku dulu pernah jadi pemburu penyu. Begitu pula orangtuanya. Namun, ia menukas, penyu hasil buruan hanya untuk dikonsumsi dan bukan untuk diperjualbelikan. Dulu warga mengonsumsi penyu karena penyu gampang didapat di Bajulmati. Mereka pun tidak tahu bahwa penyu merupakan satwa langka dan dilindungi.
Singkat cerita, mulai 2009 Sutari masih lebih banyak sendirian beraksi menyelamatkan penyu di sepanjang pantai selatan Malang. Tiga tahun berselang (2012) ia mendapat enam teman kerja. Menariknya, kawan-kawan Sutari ini pun aslinya pemburu penyu yang insaf.
Baca juga:
Studi GPS, Banyak Penyu Salah Jalan Pulang di Laut Lepas
Di tahun itu mereka mendirikan rumah penetasan telur penyu tanpa bekal pengetahuan dan teknik memadai. Sutari dan kawan-kawan otodidak mempelajari pengetahuan tentang penyu. Pada 2013, kelompok Sutari dilatih Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang untuk mendalami pengetahuan tentang penyu, khususnya tentang teknik penyelamatan dan penetasan telur-telur penyu.