TEMPO.CO, Jakarta - Teknologi kedirgantaraan, apakah itu stasiun luar angkasa, satelit, penerbangan ke antariksa selama ini kurang tereksplorasi kurang baik. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memandang perlu menambah tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga riset kedirgantaraan dan operator terkait keantariksaan.
BRIN akan melakukannya bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang akan secara bertahap diintegrasikan ke dalamnya. Harapannya adalah terjadi peningkatan riset karena critical mass sumber daya--manusia, infrastruktur, anggaran--juga meningkat.
"Selama ini kan LAPAN seperti bekerja sendiri. Perlu dilakukan perbaikan ekosistem riset kedirgantaraan,” kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, dalam acara virtual Indonesian Space Agency Pasca-pembentukan BRIN, Senin, 17 Mei 2021.
Implementasi selanjutnya, menurut Handoko, adalah penajaman prioritas di antara program yang ada seperti pengamatan antariksa, teknologi satelit, dan pesawat N219. Tapi ini, ditambahkannya, perlu diskusi lebih lanjut. Dia mencontohkan, bagaimana bisa membuat model bisnis mengenai microsatellite dan pesawat N219.
Pesawat N219 terbang perdana dari Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, 16 Agustus 2017. TEMPO/Prima Mulia
Mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu juga menekankan perlunya pelibatan eksternal di seluruh aktivitas riset nanti dirgantara dan keantariksaan nanti. Pelibatan eksternal, menurut Handoko, bisa membuat riset lebih cair yang sifatnya tidak linier dan bisa menyediakan informasi. "Pelibatan eksternal ini kekurangan utama di dalam riset di Indonesia," kata dia.
Handoko juga mengingatkan bahwa antariksa merupakan ekonomi masa depan. Indonesia tidak boleh ketinggalan. Namun eksplorasi tidak harus yang bersifat futuristik. “Saya bayangkan stasiun antariksa bisa dijadikan stasiun pengamatan global sehingga bisa melibatkan banyak pihak dan bisa menimbulkan efek ekonomi jangka pendek yang kita tidak bisa lepas dari situ,” katanya.
Kepala LAPAN Thomas Djamaludin mengingatkan bahwa dengan BRIN menjadi lembaga otonom bukan berarti peleburan berbagai lembaga. Tapi, kata dia, konsolidasi. “Jadi LAPAN tetap ada, tidak bubar, tapi dikonsolidasikan BRIN,” tutur dia.
Roket eksperimen RX450-5 yang diluncurkan dari Balai Uji Teknologi dan Pengamatan Antariksa dan Atmosfer, LAPAN, Garut, Jawa Barat, Rabu 2 Desember 2020. Foto/Dok.Lapan
Thomas berharap, dengan LAPAN diintegrasikan ke dalam BRIN akan memperkuat pelaksaan kegitan di lembaga itu. Termasuk kegiatan di pusat-pusat penelitian yang selama ini ada. “Seperti Pusat Teknologi Data, Pusat Penginderaan Jauh, semua masih melayani dan tidak berubah," ujar Thomas.
Bukan hanya LAPAN, tiga lembaga lain juga akan bertahap diintegrasikan ke dalam BRIN berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 33 tahun 2021 tentang BRIN. Ketiga lembaga lainnya itu adalah LIPI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Baca juga:
Drone Cina Menyusup di Laut Indonesia? Ini Kata Insinyur Drone Tempur BPPT