TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali mendapat penghargaan. Kali ini Neni Sintawardani dari Loka Penelitian Teknologi Bersih yang diumumkan menjadi pemenang The Underwriters Laboratories-ASEAN-US Science Prize for Women 2021 untuk kategori Senior Scientist.
Neni memiliki kontribusi penelitian meningkatkan sistem sanitasi masyarakat untuk mendukung ketersediaan air bersih menggunakan biogas dari air limbah olahan. Dia mendaftar ASEAN-US Science Prize for Women yang merupakan penghargaan sekaligus pengakuan bagi para ilmuwan perempuan yang memberikan kontribusi signifikan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dan role model bagi para peneliti perempuan lainnya.
Penghargaan tahun ini ditujukan bagi ilmuwan perempuan terpilih yang mendedikasikan penelitiannya di bidang Air Bersih dan Udara Bersih di kawasan ASEAN. Neni kemudian terpilih sebagai pemenang, menyisihkan 22 kandidat lainnya.
Dalam proses penjurian panel yang dilakukan secara virtual, Rabu 13 Oktober 2021, Neni mempresentasikan penanganan masalah sanitasi di Kiaracondong dan pengelolaan limbah tahu di Sumedang, Jawa Barat. Dia memaparkan data populasi 2,5 juta jiwa penduduk Kiaracondong di mana hanya 45-55 persen yang memiliki toilet permanen dan selebihnya memanfaatkan toilet umum.
Sebanyak 42 persen rumah tangga tidak memiliki septic tank dan mengalirkan limbah toilet langsung ke Sungai Jondol. Masalah lainnya muncul karena sulitnya akses masyarakat terhadap ketersediaan air bersih.
Pemanfaatan Composting Toilet (Dry Toilet Technology), menurut dia, menjadi solusi efektif untuk mengurangi pencemaran air sungai di wilayah itu, dan mengurangi penggunaan air bersih warga. “Serta mengurangi biaya infrastruktur dalam sentralisasi pengolahan air limbah domestik secara signifikan,” ujar Neni, dalam keterangan tertulis, Jumat, 15 Oktober,
Untuk permasalahan air limbah tahu di Desa Giriharja, Sumedang, Neni menawarkan metode anaerobic multi-stage fixed bed reactor yang terbukti efektif menstabilkan debit fluktuasi harian untuk meningkatkan pH air. Limbah tahu yang diolah lalu diproses menjadi biogas dan air bersih dapat didistribusikan ke rumah tangga untuk kebutuhan sehari-hari.
“Masyarakat akan mudah sekali menggunakan dan mempertahankan sebuah teknologi jika hal itu memang dapat menyelesaikan masalah serta memberikan manfaat ekonomi bagi mereka,” katanya.
Neni menerima penghargaan sebesar US$ 15.000 (Rp 214 juta) dari The Science Prize for Women. Adapun penghargaan diselenggarakan melalui kemitraan antara ASEAN Committee on Science, Technology and Innovation (COSTI), US Agency for International Development (USAID), dan Underwriters Laboratories—organisasi nirlaba internasional yang bergerak di bidang keselamatan masyarakat di Amerika Serikat.
Dari ajang yang sama, penghargaan untuk kategori mid-career scientist dimenangkan Li Hongying dari Singapura. Peneliti yang lain, Profesor Seinn Lei Aye dari Myanmar dan Profesor Aduwati Sali dari Malaysia mendapat apresiasi untuk dedikasi mereka dalam mengembangkan teknologi pengolahan air yang murah dan efisien untuk masyarakat pedesaan, penelitian terkait pemantauan dan manajemen lahan gambut, teknik katalisasi dan inovasi sosial berbasis masyarakat untuk mengurangi dan mencegah polusi kabut asap.
Penghargaan untuk Neni datang berturut-turit setelah Rabu lalu perempuan peneliti lainnya dari BRIN, Nuraini Rahma Hanifa, mendapat Women’s International Network for Disaster Risk Reduction (WIN DRR) Leadership Awards. Rahma terpilih dari delapan finalis perempuan peneliti lainnya dari berbagai negara untuk kategori Rising Star Award.
Baca juga:
Ridwan Kamil Klaim Sport Sains Dorong Jawa Barat Juara PON XX Papua
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.