Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

177 Spesies Burung di Indonesia Sedang Terancam Punah, Terbanyak di Dunia

image-gnews
Spesies burung kakatua sumba (Cacatua citrinocristata). Burung ini mendapat predikat spesies penuh berdasarkan perbedaan morfologi (revisi taksonomi) dari kakatua-kecil jambul-kuning. Sayang, keduanya sudah berstatus Kritis. FOTO/Burung Indonesia Channel.
Spesies burung kakatua sumba (Cacatua citrinocristata). Burung ini mendapat predikat spesies penuh berdasarkan perbedaan morfologi (revisi taksonomi) dari kakatua-kecil jambul-kuning. Sayang, keduanya sudah berstatus Kritis. FOTO/Burung Indonesia Channel.
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 177 spesies burung di Indonesia saat ini berada dalam kategori terancam punah. Mereka berasal dari data jumlah spesies burung paling mutakhir di Tanah Air yang sebesar 1818 spesies berdasarkan perkembangan penemuan, kepunahan, penggabungan dan pemisahan spesies.

Di tingkat global, jumlah 177 spesies itu menjadikan Indonesia mengalami ancaman kepunahan terbesar, yakni 12 persen dari keseluruhan burung terancam punah di dunia. Pendataan dilakukan BirdLife International dan International Union for Conservation of Nature (IUCN).

“Setiap tahunnya dilakukan kajian ulang status keterancaman sejumlah spesies menanggapi perubahan tingkat ancaman, perubahan populasi, revisi taksonomi, maupun adanya data-data terbaru terkait spesies yang dikaji,” kata Biodiversity Officer Burung Indonesia Achmad Ridha Junaid dalam keterangan tertulis yang dibuat akhir April lalu.

Berdasarkan hasil kajian itu, sebanyak 96 spesies burung di Indonesia dalam kategori Rentan (Vulnerable/VU), 51 dalam kategori Genting (Endangered/EN), dan 30 dalam kategori Kritis (Criticaly Endangered/CR). Termasuk dalam kategori kritis adalah kakatua sumba (Cacatua citrinocristata) yang merupakan hasil pemecahan dari kakatua-kecil jambul-kuning yang juga sudah berstatus Kritis.

Adapun Maleo senkawor (Macrocephalon maleo), puyuh sengayan (Rollulus rouloul), dan pergam hijau (Ducula aenea) merupakan tiga spesies yang mengalami peningkatan status keterancaman.

Maleo senkawor mengerami telurnya dengan cara menimbun di dalam tanah. Namun, terdapat sekitar dua pertiga tempat peneluran maleo senkawor yang diketahui sudah tidak dikunjungi lagi oleh individu dewasa dan terjadi penurunan jumlah burung yang mengunjungi situs-situs peneluran yang masih aktif dalam tiga generasi terakhir.

Wilayah Lombongi memiliki tempat rekreasi pemandian air panas dan juga wisata burung endemik, spesies burung maleo. Foto: @like_sigi

Hal tersebut mengindikasikan adanya penurunan populasi spesies burung ini. “Hutan dataran rendah yang terus berkurang di dalam area persebarannya, membuat maleo senkawor semakin terancam terhadap kepunahan, kini statusnya Kritis,” kata Ridha.

Selain itu, populasi puyuh sengayan juga diperkirakan telah menurun 30 persen dalam tiga generasi terakhir karena hilangnya habitat dan perburuan liar. Sedangkan untuk pergam hijau juga semakin mengkhawatirkan karena penurunan populasi yang disebabkan hilangnya tutupan hutan sehingga masuk dalam kategori Mendekati Terancam (Near Threatened/NT).

Sebaliknya untuk cerek jawa (Charadrius javanicus) yang sebelumnya dianggap memiliki sebaran yang terbatas, kini mengalami penurunan status keterancaman. Sebelumnya, spesies ini dianggap hanya menghuni pesisir Pulau Jawa dan Pulau Kangean.

Namun, dengan penambahan bukti dan laporan dari lapangan, cerek jawa ternyata terkonfirmasi menghuni habitat pesisir selatan Sumatera
(Lampung), Sulawesi, Meno, Semau, dan Flores. “Dengan demikian spesies tersebut tidak mendekati ambang batas kategori Rentan dan dimasukkan ke dalam kategori Risiko Rendah,” tutur Ridha.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penambahan spesies burung di Indonesia

Ridha menambahkan, sejak awal 2021 hingga awal 2022, ditemukan penambahan sebanyak delapan spesies baru burung di Indonesia. Tiga di antaranya berasal dari deskripsi spesies baru, dua berasal dari catatan perjumpaan baru untuk Indonesia, dan tiga spesies lainnya merupakan penambahan yang disebabkan adanya revisi pada klasifikasi atau taksonomi burung.

Tiga spesies yang baru dideskripsikan adalah sikatan kadayang (Cyornis kadayangensis), kacamata meratus (Zosterops meratusensis), dan burungbuah satin (Melanocharis citreola). Dua yang pertama tersebar sangat terbatas di Pulau Kalimantan, sedangkan burungbuah satin merupakan spesies baru dengan persebaran sangat terbatas di Pulau Papua.

Sementara itu, penambahan dua spesies baru adalah kancilan ekor-hitam (Pachycephala melanura) dan tepus-permata mahkota (Ptilorrhoa geislerorum). Kancilan ekor-hitam memiliki persebaran utama di Australia dan Papua Nugini, kehadirannya di Indonesia terkonfirmasi melalui catatan pengamatan yang dikumpulkan melalui platform sains warga (eBird) dengan lokasi pengamatan berada di wilayah Pulau Komolom, Papua Barat.

Status Burung di Indonesia 2022. Sebanyak 177 spesies berada dalam kategori terancam punah. Angka itu terbesar di dunia. INFOGRAFIS/Burung Indonesia Channel.

Sedangkan untuk tepus-permata mahkota sebelumnya diketahui tersebar terbatas di wilayah Papua Nugini, ternyata tersebar juga sekitar 900 kilometer lebih jauh ke arah barat yaitu di Pulau Yapen, Papua. “Populasi tepus-permata mahkota di Pulau Yapen diperkirakan terisolasi dari populasi lainnya,
sehingga perlu ada penelitian lebih lanjut untuk memastikan kemungkinan divergensi populasinya sebagai subspesies baru tersendiri,” kata Ridha.

Kangkok ranting (Cuculus optatus), sikatan tanajampea (Cyornis djampeanus), dan kakatua sumba merupakan tiga spesies yang
menambah dalam daftar spesies burung di Indonesia tahun ini setelah mendapatkan predikat sebagai spesies penuh atau revisi taksonomi.

Untuk kakatua sumba, perbedaan karakteristik morfologi menjadi landasan utama pemecahan spesiesnya dari kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulpurea). Kakatua sumba memiliki ukuran paruh yang lebih besar, sayap dan ekor yang lebih panjang, bulu penutup telinga yang sebagian besar berwarna jingga pucat, dan jambul panjang berwarna jingga.

"Paruh individu remaja kakatua sumba lebih gelap dibanding remaja taksa kakatua-kecil jambul-kuning lainnya, sehingga memperkuat dasar pemecahan kakatua sumba sebagai spesies tersendiri,” kata Ridha.

Baca juga:
Perkiraan Terbaru Populasi Burung di Bumi: 50 Miliar, Hanya 4 Spesies Mendominasi

 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Baru 5 Persen Spesies Anggrek Indonesia yang Diketahui Status Konservasinya

9 hari lalu

Spesies anggrek Dendrobium sagin, satu di antara delapan spesies baru tumbuhan yang ditemukan di Indonesia sepanjang 2020 lewat penelitian kolaborasi LIPI. (LIPI/REZA SAPUTRA)
Baru 5 Persen Spesies Anggrek Indonesia yang Diketahui Status Konservasinya

Total anggrek Indonesia yang sudah dievaluasi IUCN Red List baru sebatas 230 spesies. Padahal, Indonesia memiliki hingga 4.200 spesies anggrek.


Dari Gagak sampai Cekakak, Laporan Tempo dari Ekspedisi BRIN di Nusa Barung

22 Juni 2024

Seorang peneliti BRIN sedang mengamati burung-burung di area kubangan atau telaga dalam kawasan hutan Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barong, Senin siang, 20 Mei 2024. Kubangan ini merupakan sumber minuman bagi seluruh satwa di sana. TEMPO/Abdi Purmono
Dari Gagak sampai Cekakak, Laporan Tempo dari Ekspedisi BRIN di Nusa Barung

Ekspedisi tim bentukan BRIN ke Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung dapati 7 catatan baru aves penghuni pulau di tepi terluar Samudera Indonesia itu.


Kelas Biodiversitas di Taman Heulang Ungkap Keberadaan 31 Jenis Burung dan Kupu-kupu

22 Mei 2024

Belantara Biodiversity Class di Taman Heulang, Tanah Sareal, Bogor, Sabtu, 18 Mei 2024. Kegiatan ini untuk memeriahkan World Species Congress yang dihelat pada 15 Mei lalu, juga menyambut Hari Keanekaragaman Hayati Internasional yang diperingati setiap 22 Mei. Foto: Belantara Foundation.
Kelas Biodiversitas di Taman Heulang Ungkap Keberadaan 31 Jenis Burung dan Kupu-kupu

Identifikasi dilakukan melalui kegiatan Belantara Biodiversity Class menyambut Hari Biodiversitas Internasional yang diperingati setiap 22 Mei ini.


Begini Peran Penting Hiu untuk Ekosistem Laut Menurut Direktur Konservasi KKP

21 Mei 2024

Siluet hiu blacktip reef yang baru lahir berenang di malam hari di Teluk Maya di Taman Nasional Pulau Phi Phi, di Pulau Phi Phi Leh, provinsi Krabi, Thailand, 27 Februari 2023. Wisata hiu kembali setelah larangan pariwisata dan pandemi COVID-19 antara 2018 dan 2022 menghentikan semua pengunjung ke teluk. REUTERS/Jorge Silva
Begini Peran Penting Hiu untuk Ekosistem Laut Menurut Direktur Konservasi KKP

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati KKP Firdaus Agung, mengingatkan soal peran hiu untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut.


Pengadilan Ungkap Kronologi Pembunuhan Badak di Taman Nasional Ujung Kulon, Cula Dijual Rp 300 Juta

25 April 2024

Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) berhasil diabadikan menggunakan camera trap saat berkubang di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. TNUK adalah salah satu Taman Nasional yang ada di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO pada tahun 1992 dan merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa dan terluas di Jawa bagian barat.  ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pengadilan Ungkap Kronologi Pembunuhan Badak di Taman Nasional Ujung Kulon, Cula Dijual Rp 300 Juta

Badak ditembak di bokong lalu disembelih dan diambil culanya terekam camera trap di dalam Taman Nasional Ujung Kulon. Kamera juga dicuri.


Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

17 April 2024

Geopark Maros Pangkep di Sulawesi Selatan resmi masuk dalam jajaran UNESCO Global Geopark. Status itu ditetapkan berdasarkan keputusan Sidang Dewan Eksekutif UNESCO ke-216 di Paris, Prancis pada 24 Mei 2023. Shutterstock
Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

Rancangan Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya atau RUU KSDAHE ditarget segera disahkan pada tahun ini.


Spesies Burung di Indonesia Bertambah Tahun Ini, Mengubah Status Keterancaman

29 Maret 2024

Burung Kacamata Morotai. ebird.org
Spesies Burung di Indonesia Bertambah Tahun Ini, Mengubah Status Keterancaman

Bagaimana jumlah spesies burung di Indonesia bisa bertambah pada tahun ini? Simak penjelasan Burung Indonesia.


KLHK Jelaskan Ekspor Monyet Ekor Panjang ke Amerika, Sebut Kuota Tahunan Hampir 2 Ribu Ekor

21 Maret 2024

Monyet ekor panjang (macaca Fascicularis) berinteraksi di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Minggu, 18 Februari 2024. Berdasarkan Internasional Union for Conservation Nature (IUCN) Monyet ekor panjang mengalami perubahan status dari rentan (vunerable) menjadi terancam punah (endangered) yang diprediksi populasinya akan menurun hingga 40 persen dalam tiga generasi terakhir atau sekitar 42 tahun akibat habitat yang mulai hilang serta perdagangan ilegal. ANTARA/Budi Candra Setya
KLHK Jelaskan Ekspor Monyet Ekor Panjang ke Amerika, Sebut Kuota Tahunan Hampir 2 Ribu Ekor

Amerika Serikat diserukan untuk berhenti mengimpor monyet ekor panjang dari Indonesia. Sedang disorot CITES AS.


Demam Kakatua Renggut 5 Nyawa di Eropa, Cek Penyebab dan Gejala

8 Maret 2024

Burung kakatua putih. ANTARA
Demam Kakatua Renggut 5 Nyawa di Eropa, Cek Penyebab dan Gejala

Demam kakatua dengan mudah menyebar di antara unggas dan juga menular ke manusia. Siapa saja yang berisiko tertular dan apa gejalanya?


5 Fakta Celepuk Rinjani, Burung Hantu Terkecil di Dunia dari Lombok

17 Januari 2024

Seorang pengunjung berinteraksi dengan seekor burung hantu merah Red Owl, pada pameran Flora dan Fauna
5 Fakta Celepuk Rinjani, Burung Hantu Terkecil di Dunia dari Lombok

Burung hantu terkecil di dunia hanya ada di Lombok.