TEMPO.CO, Jakarta - Dalam beberapa minggu ini ada laporan satu jenis penyakit yang disebut 'flu tomat' menyerang beberapa anak di Kerala, India. Dugaannya, flu tomat itu hanyalah namanya saja yang baru dan menyesatkan untuk jenis penyakit yang sudah umum dan ringan saja pada anak-anak, yakni penyakit tangan, kaki dan mulut (HFMD).
Ada kemungkinan lain kalau pada sebagian kasus itu adalah chikungunya dan demam berdarah dengue. Berikut ini yang sudah diketahui dari kejadian di Kerala tersebut dikutip dari New Scientist,
Apa yang kita ketahui tentang flu tomat ini?
Tidak banyak. Ada beragam laporan pemberitaan media tentang kasus di Kerala ini tetapi, sejauh ini, hanya bisa ditemukan satu laporan hasil tes yang dipublikasikan.
Tes dilakukan terhadap dua anak yang baru saja kembali ke Inggris dari Kerala di mana keduanya disebutkan sempat bermain dengan anak lainnya yang disebutkan oleh ibunya baru saja sakit flu tomat.
Seminggu sekembalinya dari Kerala, remaja perempuan usia 13 tahun dan adik lelakinya usia 5 tahun itu mengalami gejala gatal-gatal terdiri dari bintik-bintik kecil berisi cairan, tanpa gejala lain.
Julian Tang dari University of Leicester, Inggris, dan koleganya menemukan kakak beradik itu terinfeksi coxsackievirus, virus penyebab penyakit tangan, kaki dan mulut (HFMD). Dalam kata lain, flu tomat bisa saja HFMD.
"Penyakit tangan, kaki dan mulut sudah ada selama berabad-abad," kata Tang. "Saya bingung melihat ramai pemberitaannya di media."
Sejumlah dokter di India memiliki kesimpulan yang sama. "Flu tomat adalah sebutan yang keliru dalam percakapan-percakapan mengenai penyakit tangan, kaki dan mulut yang terjadi," kata Rajeev Jayadevan dari Ikatan Dokter India.
Jadi ini bukan virus baru sama sekali?
Bukan, ini bukan virus baru. Benar bahwa sepucuk surat yang dipublikasi di The Lancet melukiskan ini sebagai 'virus baru'. Namun, surat itu tak menyediakan bukti dan mendulang kritik dari beberapa ahli lainnya.
"(Ini) kelihatannya mengabaikan fakta-fakta dan kumpulan informasi yang sudah diketahui untuk penyakit itu, dan bahkan mencoba membuat gambaran kedaruratan dan sensasi," cuit Vinod Scaria dari Institut Genomik dan Biologi Integratif di India.
Meski begitu, Tang juga membuka kemungkinan beberapa anak di Kerala yang disebut terinfeksi flu tomat itu terjangkit antara dengue atau chikungunya. Kedua penyakit ini disebarluaskan oleh nyamuk dan ditandai bintik-bintik merah, demam, dan nyeri sendi, dan beberapa anak dengan flu tomat dikatakan memiliki gejala-gejala itu.
Namun, bedanya, dengue dan chikungunya tidak menyebabkan bintik merah berisi cairan, gejala yang mempopulerkan nama flu tomat.
Dan ini tidak ada hubungannya dengan flu ataupun tomat?
Tidak. coxsackievirus penyebab HFMD berasal dari kelompok virus yang disebut enterovirus, yang tidak terhubung ke virus-virus influenza dan tidak ada kaitannya juga dengan tanaman tomat.
Lalu kenapa beberapa dokter di Kerala berpikir ini adalah penyakit baru?
Ini yang belum jelas. Bagaimanapun, Tang menjelaskan, bisa ada banyak variasi dalam gatal bintik merah yang disebabkan oleh satu jenis virus. Terlebih lagi, dia mengatakan, varian baru enterovirus telah muncul di Cina dan menyebar ke dunia dalam beberapa dekade ini.
"Turunannya yang terkini dapat bermanifestasi berbeda," katanya. Satu di antaranya disebut coxsackie A6, kadang menyebabkan lesi besar seukuran sentimeter atau lebih. Itu, menurut Tang, bisa jadi sangat mengejutkan bagi banyak orang tua. "Mungkin beberapa dokter di Kerala juga belum mengenali manifestasi baru virus ini dan menyuarakan kewaspadaan atas sesuatu yang dianggapnya baru berkembang."
Menurut Tang, kalau tidak meneliti dan mengamatinya dengan dekat, seseorang tidak akan menyadari evolusi dari penyakit ini. Gatal atau lesinya, dia menambahkan, telah jauh berbeda dari gejala klasiknya yang biasa dilihat 20 atau 30 tahun lalu.
Tang menyebut menemukan virus dalam dua anak di Inggris adalah coxsackie A16, yang termasuk turunan lama. Varian virus ini disebutnya masih satu di antara penyebab umum HFMD.
Baik coxsackie A6 maupun A16 bersirkulasi di India, dan di sana telah dilaporkan menjadi gelombang infeksi HFMD setelah anak-anak kembali ke pembalajaran tatap muka di sekolah usai pembatasan karena Covid-19 diakhiri.
Apakah ada pengobatan untuk HFMD?
Tidak, tidak ada pengobatannya tapi banyak anak-anak sembuh lagi dengan cepat tanpa efek jangka panjang. Sebagian kecil saja yang mengembangkan komplikasi serius seperti encephalitis (radang otak) dan acute flaccid paralysis (tungkai lemas), tapi ini pun tergolong jarang.
"Yang paling penting adalah anak-anak ini sembuh kembali," kata Tang. "Sangat sedikit yang penyakitnya parah, sangat sedikit yang lukanya membekas."
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.