TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi memandang dua faktor di balik susutnya luas deforestasi dan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terkini. Keduanya adalah hutan yang sudah banyak berkurang ataupun beralih fungsi, dan pengaruh La Nina atau cuaca.
"Jadi bukan karena adanya intervensi yang baik dari pemerintah," kata Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian, saat dihubungi, Jumat 11 November 2022.
Baca juga:
4 Seruan Petani untuk 'Proyek Hijau' Michelin di Hutan Tebo Jambi
Uli dimintakan tanggapannya atas keterangan yang dibagikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari Konferensi Iklim PBB COP27 di Sharm el-Sheikh, Mesir. Dari lokasi itu Menteri Siti Nurbaya membanggakan deforestasi di Indonesia yang berhasil ditekan ke titik terendahnya pada 2020-2021--dan menuai pujian dari peserta konferensi lainnya.
Pun dengan kebakaran hutan. "Kami perlu menggarisbawahi bahwa Indonesia telah sukses mencegah terjadinya kebakaran yang dapat menyebabkan kabut asap selama tiga tahun pandemi, dari 2020 sampai 2022," ujar Siti.
Menurut Uli, deforestasi berkurang karena memang hutan alam di Indonesia sudah banyak berkurang. Penyebabnya, penerbitan izin-izin hak pengusahaan hutan (HPH), hutan tanaman industri (HTI), perkebunan, juga tambang.
Itu pun, Uli menambahkan, deforestasi masih terjadi dengan laju satu juta hektare per tahun. Deforestasi disebutnya terutama bergeser ke wilayah Timur Indonesia setelah hutan di Jawa, Sumatera dan Kalimantan disebutnya telah berkurang drastis.
"Poinnya bukan soal deforestasi yang berkurang tapi di tengah arealnya yang sudah jauh berkurang, kita masih kehilangan hutan," kata Uli lagi.
Terhadap kebakaran hutan yang jauh mereda, Uli juga punya pendapat berbeda dengan Menteri Siti. Dia tak melihat ada keberhasilan pemerintah. Sebaliknya, dia melihat faktor cuaca. Perbandingannya adalah dengan kebakaran hutan 2015 dan 2019.
"Kondisi cuacanya tidak sama dengan sekarang yang lebih banyak hujan dan banjir," katanya sambil menambahkan, "Daya dampak cuaca hingga menyebabkan kebakaran hutan tidak sebesar 2015 dan 2019."
Tentang Program Kehutanan Sosial yang diklaim Menteri Siti Nurbaya berhasil mengatasi masalah kebakaran hutan dan menekan deforestasi, Uli sependapat. Tapi, lagi-lagi dia mempertanyakan peran negara di sana.
Perhutanan Sosial, versi Uli, adalah tak lain rekognisi pemerintah atas hak akses masyarakat terhadap hutannya. "Bagaimana masyarakat menjaga dan mengelola hutan mereka untuk membuat keseimbangan pemenuhan kebutuhan dan keberlanjutan hutan yang memang sudah berjalan dan diperjuangkan ke negara."
Itu, kata Uli, adalah peran komunitas, bukan negara. "Perjuangan panjang masyarakat sipil dan masyarakat adat untuk mendapatkan hak tersebut."
Baca juga:
Koalisi Masyarakat Sipil Desak Cabut Gelar Guru Besar Menteri Siti Nurbaya, Kenapa?
Uli justru mengingatkan soal target dua periode pemerintahan Presiden Jokowi untuk menetapkan Perhutanan Sosial seluas total 12,7 juta hektare. "Baru terealisasi sekitar 3 juta hektare atau hanya sekitar 20 persen."