TEMPO.CO, Jakarta - Jelang pengumuman seleksi nasional berbasis prestasi (SNBP), banyak pertanyaan yang muncul di kalangan siswa. Salah satunya adalah apakah domisili menjadi salah satu aspek yang berpengaruh pada hasil SNBP. Ketua Pelaksana Eksekutif Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) Budi P. Widyobroto mengatakan hal itu tak berpengaruh pada hasil SNBP.
“Kalau kaitannya dengan daerah itu sebetulnya tidak ada urusan. Ada namanya indeks sekolah, di mana setiap perguruan tinggi memiliki indeks sekolah. Ini berkaitan dengan perbandingan jumlah pendaftar dengan yang diterima,” ucapnya dilansir dari laman UGM pada Selasa, 21 Maret 2023.
Dia mengatakan karena tiap sekolah memiliki rapor yang berbeda-beda, perguruan tinggi dituntut untuk memperhitungkan semua rapor tersebut agar fair. Untuk itu, kata dia, ada indeks-indeks yang harus ditambahkan.
"Seperti akreditasi sekolah, performa dari alumni-alumni sekolah tersebut, dan indeks lainnya,” kata Direktur Pendidikan dan Pengajaran UGM Gandes Retno Rahayu.
Beralihnya sistem pelaksanaan seleksi perguruan tinggi tahun ini, sebenarnya tidak berbeda jauh dengan tahun sebelumnya. Namun, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan.
Budi menjelaskan seleksi tahundilakukan dengan tes berbasis skolastik dengan menguji literasi bahasa indonesia, bahasa Inggris, serta penalaran matematika. Perubahan ini memberikan kebebasan bagi siswa untuk memilih program studi sesuai minatnya, terlepas dari jurusan di SLTA-nya.
Lolos SNBP Tak Diambil Tak Bisa Ikut SNBT
Sebanyak 1,43 juta siswa telah mengikuti proses finalisasi akun SNPMB yang sudah ditutup sejak 17 Maret lalu. “Setelah pengumuman nanti, adik-adik yang diterima melalui jalur SNBP otomatis akan ditandai agar tidak bisa mendaftar ke SNBT (seleksi nasional berbasis tes)," ujar Budi.
Budi menjelaskan jika sudah lolos SNBP tapi belum melakukan daftar ulang, maka akan diberikan sanksi berupa tidak boleh mendaftar seleksi dua tahun ke depan. "Pun bagi yang belum lolos jalur SNBP dan SNBT, masih ada jalur mandiri yang disediakan masing-masing perguruan tinggi, termasuk UGM," ujarnya.
Gandes turut menanggapi isu penerapan sumbangan sukarela pengembangan institusi (SSPI) yang banyak diperdebatkan di masyarakat. “Mulai tahun 2023 ini, UGM memberlakukan dua jenis UKT, yaitu UKT Unggul dan UKT Unggul Bersubsidi," ujar Gandes.
UKT bersubsidi ini ada yang 100 persen, 75 persen, 50 persen dan 25 persen. Penentuan UKT ini ditentukan bukan sebelum diterima, melainkan setelah diterima. Jadi tidak mempengaruhi proses seleksi.
"Setelah lolos seleksi, akan ada dokumen yang harus di-upload untuk kemudian kami hitung penerimaan subsidinya,” ungkap Gandes. Penerapan SSPI tentunya ditujukan agar lebih banyak siswa yang dapat mengakses pendidikan tinggi di UGM, khususnya yang berasal dari daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Pilihan Editor: Ditawari Kerja oleh Dedi Mulyadi, Guru Komentar 'Maneh' ke Ridwan Kamil Masih Kerja Serabutan