TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi, telah divonis bersalah dan mendapat hukuman 1,5 tahun penjara serta denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan karena memperjualbelikan kulit dan tulang harimau sumatera--satwa dilindungi. Vonis yang diberikan dalam persidangan pada Kamis, 13 April 2023, tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa yaitu 2,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera, Subhan, menyatakan lega kasus yang menjerat Ahmadi dan dua orang lainnya itu berjalan sebagaimana mestinya. Dia mengaku kalau menghadapi banyak tantangan dan sempat diragukan komitmennya dalam penegakan hukum terhadap Ahmadi cs.
Meski begitu dia tak menepis harapannya untuk vonis yang lebih berat daripada yang telah dijatuhkan hakim, terutama untuk Ahmadi. Sebagai catatan, dua orang lainnya juga divonis bersalah dan mendapat hukuman setara yakni 1,5 dan 1 tahun penjara.
Alasan Subhan, agar dapat menimbulkan efek jera dan berdampak signifikan bagi yang akan melakukan kejahatan serupa dimasa yang akan datang. "Apalagi yang bersangkutan merupakan mantan pejabat publik dan pernah dipenjara untuk pidana lainnya," kata Subhan lewat percakapan via aplikasi WhatsApp, Sabtu 15 April 2023.
Bupati Bener Meriah nonaktif, Ahmadi, bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin, 20 Agustus 2018. Ahmadi kembali diperiksa sebagai tersangka dalam kasus suap realisasi komitmen pemberian fee atau hadiah terkait dengan pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh tahun 2018 kepada Pemerintah Provinsi Aceh. TEMPO/Imam Sukamto
Ahmadi ditangkap Subhan dan timnya, yang juga berasal dari Polda Aceh, setelah sebelumnya lepas dari penjara karena perkara korupsi. Dia menjadi sasaran operasi tangkap tangan KPK karena menyuap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk pelaksanaan proyek di Bener Meriah pada 2018, atau setahun setelah dilantik sebagai bupati.
Adapun dalam perkara yang terkini, Ahmadi dijerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Tindak pidananya adalah secara bersama-sama dengan sengaja memperniagakan kulit, tubuh, atau bagian-bagian lainnya satwa yang dilindungi atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau luar Indonesia.
Mantan Bupati Bener Meriah Ahmadi yang menjadi terdakwa perkara perdagangan kulit harimau mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, Kamis 13 April 2023. ANTARA/HO/Dok Penkum Kejati Aceh
Peristiwa penangkapan ini berawal dari operasi tim Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera bersama Polda Aceh pada 23 Mei 2022. Tim bergerak berdasarkan informasi dari masyarakat mengenai adanya warga Kecamatan Samar Kilang, Kabupaten Bener Meriah, yang menawarkan 1 lembar kulit harimau berserta tulang belulangnya.
Tim melakukan penyamaran menjadi pembeli dan melakukan kesepakatan untuk transaksi pada keesokan harinya, 24 Mei. Di lokasi transaksi di sebuah SPBU, Ahmadi dan dua rekannya datang lalu memperlihatkan lembar kulit harimau beserta tulang belulang yang dimaksud. Penangkapan kemudian dilakukan atas ketiganya.
Menurut Subhan, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera telah menangkap tujuh pelaku penjualan bagian-bagian satwa yang dilindungi di Aceh dan lima pelaku telah divonis penjara selama dua tahun ke belakang. “Ini merupakan wujud komitmen kami dalam memberantas tindak kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi undang-undang,” katanya.
Pilihan editor: Badak Ujung Kulon di Ujung Tanduk? Ini Jawab Kepala Balai Taman Nasionalnya